LAPORAN
PENDAHULUAN
DIABETES
MELITUS
A.
Landasan
Teoritis Penyakit
1.
Defenisi
Diabetes
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon).
Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang
banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes
mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup
dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin
itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah.
Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol
dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada
beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung
koroner), mata
(dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal), syaraf (dapat
terjadi stroke) (WHO, 2011)
Diabetes Melitus (DM)
adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif
di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Diabetes
mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2002 ).
Sedangkan
menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat
suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari
insulin atau keduanya.
2.
Anatomi
Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar
yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar
5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (
kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum
dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari
organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak
pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
Asini sekresi
getah pencernaan ke dalam duodenum.
Pulau Langerhans
yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi
sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100
– 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2
juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung
tiga jenis sel utama, yaitu :
·
Sel – sel A ( alpha ),
jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
·
Sel – sel B ( betha ),
jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
·
Sel – sel D ( delta ),
jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat
dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop
pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh
darah kapiler. Pada penderita DM, sel
beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan
berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua
rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan (
perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan
rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan
titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan
dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan
disfosforisasi dalam sel beta pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi
pada saluran cerna jika diberikan peroral.Karena itu perparat insulin umumnya
diberikan secara suntikan subkutan.Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping
insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi
samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
·
Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
·
Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
·
Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah
penguraian glikogen
·
Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
Insulin di sintesis sel beta pankreas
dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari
kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar
glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100
mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau
rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain
seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi
insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk
meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002
)
3.
Klasifikasi
Diabetes Melitus
Berdasarkan
Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:
a. Diabetes
Mellitus Tipe-1
Destruksi
sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yangdisebabkan oleh:
autoimun dan idiopatik
b. Diabetes
Mellitus Tipe-2
Penderita
diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini,
antara lain:
-
Defisiensi insulin relatif: insulinyang
disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al,
2005).
-
Resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif (Perkeni, 2006).
c. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus -
GDM)Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu
hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia.Hal ini terjadi karena bayi
dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan
bayi dan makrosomia.Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut
meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes
Melitus tipe lain :
1) Defek
genetik fungsi sel beta :
·
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)
1,2,3.
·
DNA mitokondria
2) Defek
genetik kerja insulin
3) Penyakit
endokrin pankreas :
·
pankreatitis
·
tumor pankreas /pankreatektomi
·
pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati
:
·
akromegali
·
sindrom Cushing
·
feokromositoma
·
hipertiroidisme
5) Karena
obat/zat kimia :
·
vacor, pentamidin, asam nikotinat
·
glukokortikoid, hormon tiroid
·
tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
7) Infeksi
:
·
Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
8) Sebab
imunologi yang jarang :
·
antibodi anti insulin
9) Sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM :
·
sindrom Down, sindrom Kleinfelter,
sindrom Turner, dan lain-lain.
4.
Etiologi
Diabetes adalah suatu penyakit yang
disebabkan karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat
kekurangan hormon insulin absolut ataupun relatif. Namun dari beberapa kasus
juga ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara lain :
a. Virus
dan Bakteri
Virus penyebab
DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel.
Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum
bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM.
b. Bahan
Toksik atau Beracun
Bahan beracun
yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah
sianida yang berasal dari singkong.
c. Genetik
atau Faktor Keturunan
Diabetes
mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang
penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para
ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom
seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada
anak-anaknya. (Soegondo S, dkk. 2007)
Penyebab lainnya
dikategorikan berdasarkan tipe Diabeter yaitu :
a. Diabetes
Tipe I :
1) Faktor
genetic
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
2) Faktor-faktor
imunologi
Adanya respons
otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor
lingkungan
Virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b. Diabetes
Tipe II :
Mekanisme yang
tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor
resiko :
1) Usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat
keluarga
5.
Manifestasi Klinis
Gejala
klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam
hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat
lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada
pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui
adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa
darahnya tinggi.
Gejala yang
lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal
sering ditemukan :
a. Poliuri
(banyak kencing)
Hal ini
disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi
(banyak minum)
Hal ini
disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi
(banyak makan)
Hal ini
disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh
darah.
d. Berat
badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini
disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata
kabur
Hal ini disebabkan oleh
gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena
insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
6.
Patofisiologi
Pada
diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda,
yaitu :
a. Tipe
1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat.
b. Tipe
1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang
juga sering menunjukan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hasbimoto disease,
pernisious anemia, dan myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan
antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30-50 tahun. Pada diabetes tipe 1
cenderung terjadi ketoasidosis diabetic.
Pada
diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistesni insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkain reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer &
Bare, 2002 ). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2002
).
WOC ( terlampir
)
7.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan
Fisik
1)
Pemeriksaan Vital Sign
Yang
terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam
batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2)
Pemeriksaan Kulit
Kulit
akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa
gatal.
3)
Pemeriksaan Leher
Biasanya
tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2.
4)
Pemeriksaan Dada
(Thorak)
Pada
pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan
dalam.
5)
Pemeriksaan Jantung
(Cardiovaskuler)
Pada
keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6)
Pemeriksaan Abdomen
Dalam
batas normal
7)
Pemeriksaan inguinal,
genetalia, anus
Sering
BAK
8)
Pemeriksaan
Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas,
sering merasa kesemutan
9)
Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah
bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
10)
Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
b. Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan
darah
Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH
rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik •
Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin
meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin
meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak
ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
2) Pemeriksaan
fungsi tiroid
peningkatan
aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.
3) Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur
pus
Mengetahui jenis
kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
8.
Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologi
1)
InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida
yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah
dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA menggunakan E. Coli.
Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot (DEPKES RI, 2000).
2)
Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM
dapat diatasi dengan obat-obat antidiabetes yang secara medis disebut obat
hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh sembarangan dikonsumsi karena
dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Pasien yang mungkin berespon
terhadap obat hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya berkembang
kurang dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin
memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol
hiperglikemiknya. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:
-
Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau
Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan
selsel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas
protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes
mellitus tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja
cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ
tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati
-
Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang
tersedia, bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan
glukosa di jaringan. Obat ini hanya efektif bila terdapat insulin endogen.
Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan berat badan, dapat
menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah hipoglikemia
(DEPKES RI, 2000).
-
Golongan penghambat alfa glukosida
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan
dengan dosis 150-600 mg/ hari yang menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim
pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosedan karbohidrat
kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar
glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja menghambat
alfa-glukosidase sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat
(DEPKES RI, 2000).
-
Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek
farmakologinya dan berupa penurunan kadar glukosa darah dan insulin dengan
jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot, jaringan lemak, dan hati. Zat
ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti pada
sulfonilurea
-
Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu
mekanisme khusus, yaitu mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera
sesudah makan. Meglitinida harus diminum cepat sebelum makan, dan karena
reabsorpsinya cepat maka mencapai kadar puncak dalam satu jam. Insulin yang
dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat, dalam 1
jamsudah dikeluarkan tubuh
b. Terapi
Non-Farmakologi
1) Pencegahan
komplikasi
2) Berhenti merokok
3) Mengoptimalkan kadar kolesterol
4) Menjaga berat tubuh yang stabil
5) Mengontrol tekanan darah tinggi
6) Olahraga
teratur dapat bermanfaat :
-
Mengendalikan kadar
glukosa darah
-
Menurunkan kelebihan
berat badan (mencegah kegemukan)
-
Membantu mengurangi
stres
-
Memperkuat otot dan
jantung
-
Meningkatkan kadar
kolesterol ‘baik’ (HDL)
-
Membantu menurunkan tekanan
darah
Ada
5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Brunner and Suddarth, 2002) :
1) Diet
Prinsip
penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
-
Jumlah kalori sesuai
kebutuhan
Cara
menentukan kebutuhan kalori:
·
Kurus :
BBx 40-60 kal/ hari
·
Normal :
BBx 30 kal/ hari
·
Gemuk :
BBx 20 kal/ hari
·
Obesitas : BBx
10-15 kal/ hari
-
Jadwal makan (6 kali)
makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan malam- menjelang
tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein 10- 15%, lemak
20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.
2) Latihan
3) Pemantauan
4) Terapi
(jika diperlukan)
5) Pendidikan
Tujuannya untuk
mendidik pengidap/ keluarganya mengenai pengetahuan dan ketrampilan praktis
diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki
gaya hidup yang baik
9.
Komplikasi
Diabetes
mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang terkontrol.
Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa
komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
a. Komplikasi
Akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemi
ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran
menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
2) Ketoasidosis
diabetik
Keadaan ini
berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam tubuh
menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh
melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme
ini adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh
inilah yang menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale,
2004).Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan
dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang
dikatakanmengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan
laboratoriumnya:
-
Hiperglikemia (glukosa
darah >250 mg/dL)
-
Na serum <140 meq/L
-
Asidosis metabolik (pH
<7,3; bikarbonat <15 meq/L)
-
Ketosis (ketonemia dan
atau ketonuria
3) Hiperosmolar
non ketotik
Riwayat
penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun.
Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
b. Komplikasi
Kronis (Menahun)
1) Makroangiopati:
pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina
mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati
diabetik)
3) Neuropatid
: suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf
menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi
dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi
saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
B.
Tinjauan
Teoritis Asuhan Keperawatan
1.
Identitas
Jenis
Kelamin : dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : banyak terjdi pada umur > 45 tahun,
diabetes tipe satu dapat terjadi pada umur muda atau anak-anak.
2.
Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat
kesehatan sekarang
Biasanya klien
masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang
sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
b. Riwayat
kesehatan lalu
Biasanya klien
DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark miokard
c. Riwayat
kesehatan keluarga
Biasanya Ada
riwayat anggota keluarga yang menderita DM
3.
Pemeriksaan
Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan
Fisik
a)
Pemeriksaan Vital Sign
Yang
terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam
batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b)
Pemeriksaan Kulit
Kulit
akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa
gatal.
c)
Pemeriksaan Leher
Biasanya
tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2
cmH2.
d)
Pemeriksaan Dada
(Thorak)
Pada
pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan
dalam.
e)
Pemeriksaan Jantung
(Cardiovaskuler)
Pada
keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f)
Pemeriksaan Abdomen
Dalam
batas normal
g)
Pemeriksaan inguinal,
genetalia, anus
Sering
BAK
h)
Pemeriksaan
Muskuloskeletal
Sering
merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i)
Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah
bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j)
Pemeriksaan Neurologi
GCS
:15
Kesadaran
Compos mentis Cooperative(CMC)
b. Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah :
a)
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH
rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik •
Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin
meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin
meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak
ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
b) Pemeriksaan
fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas
hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
c) Urine
Pemeriksaan didapatkan
adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (
reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( +
), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
d) Kultur
pus
Mengetahui jenis kuman
pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
4.
Fungsional
Gordon
a. Pola
persepsi
Pada pasien
gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta
dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi
b. Pola
nutrisi metabolik
Akibat produksi
insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak
makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun,
turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola
eliminasi
Adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien
sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ).
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola
aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah
berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola
tidur dan istirahat
Istirahat tidak
efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.
f. Kognitif
persepsi
Pasien dengan
gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
g. Persepsi
dan konsep diri
Adanya perubahan
fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran
hubungan
Luka gangren
yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari
pergaulan.
i.
Seksualitas
Angiopati dapat terjadi
pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan
potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
j.
Koping toleransiLamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai Kepercayaan
Adanya
perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.
Dosis Pemberian Insulin
Insulin
adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau
Langerhans kelenjar pankreas.
Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan
sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber
energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen
adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang
insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk
farmasi.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1.
Kerja cepat (rapid acting) Contoh:
Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin) Bentuknya larutan
jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam.
Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa
dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
2.
Kerja menengah (intermediate acting)
Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente Dengan menambah
protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente),
maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga
efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin
bukanlah protein.
3.
Kerja panjang (long acting) Contoh:
Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk ini diperlukan untuk
tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang
beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu
imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi
Cara pemberian insulin ada beberapa
macam:
1. intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam
2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
2. intramuskuler:
penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,
3. subkutan:
penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi.
Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih
cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut. Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut. Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan
agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula
darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis
pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah < 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% =
20 – 24 unit
Rumus Pemberian Insulin
ULKUS DIABETIKUM
Ulkus adalah luka terbuka
pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar
LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada
dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD)
merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes
Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik
menjadi enam tingkatan,yaitu:
·
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka,
kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus
“.
·
Derajat I : Ulkus
superfisial terbatas pada kulit.
·
Derajat II :Ulkus dalam
menembus tendon dan tulang
·
Derajat III : Abses dalam,
dengan atau tanpa osteomielitis
·
Derajat I : Gangren jari
kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
·
Derajat V : Gangren seluruh
kaki atau sebagian tungkai.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus
diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a.
Faktor endogen Genetik,
metabolik. Angiopati diabetik. Neuropati diabetik.
b.
Faktor ekstrogen
1)
Trauma.
2)
Infeksi.
3)
Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus
Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki
sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka
penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka
yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai
Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum (Askandar 2001).
Pengobatan
ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap
ulkus itu sendiri.
1.
Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan
pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap
penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus
diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi
kronis.
DM jika tidak dikelola
dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik
diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika keadaan gula
darah selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi yang
akan terjadi dapat dicegah paling tidak dihambat.
Mengelola DM langkah yang
harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis diantaranya
perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah tersebut belum
tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau
disebut pengelolaan farmakologis.
2.
Penanganan Ulkus diabetikum
1.
Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus
diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan
meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan
alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau
sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku
harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan
merusak jaringan sekitar.
2.
Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam
berbagai tingkatan :
1.
Tingkat 0 :
Penanganan pada tingkat ini
meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
2.
Tingkat I
Memerlukan debrimen
jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan
pengurangan beban.
3.
Tingkat II
Memerlukan debrimen
antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan
beban yang lebih berarti.
4.
Tingkat III
Memerlukan debrimen yang
sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan
pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
5.
Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh
kaki.
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
(NANDA)
|
Kriteria
Hasil
(NOC)
|
Intervensi
Keperawatan
(NIC)
|
Resiko
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Asupan Makanan,
Ketidakadekuatan Monitor Glukosa Darah, Kurangan Ketaatan Dalam Manajemen
Diabetes
Definisi : resiko variasi dari glukosa darah atau tingkat gula
dari rentang normal
|
1)
Tingkat glukosa
darah
Defenisi
: keadaan dimana tingkat glukosa di plasma dan urin dalam rentang normal
Indikator
:
· Glukosa
darah dalam batas normal
· Glukosa
urin dalam batas normal
· Urin
keton
2)
Manajemen Diabetes secara mandiri
Definisi
: melakukan manajemen Diabetes secara mandiri, pengobatan dan pencegahan
tehadap perjalanan penyakit
Indikator :
· Memantau glukosa darah dalam batas normal
· Mengobati gejala dari hiperglikemia
· Mengobati gejala dari hipoglikemia
3)
Kurangnya
pengetahuan tentang manajemen diabetes
4)
Ketidakadekuatan
dalam memantau gula darah
5)
Pengetahuan
tentang diet
|
a) Managemen
Hiperglikemia
Aktifitas
;
· Memantau
peningkatan gula darah
· Memantau
gejala hiperglikemia, poliuria, polidipsi, poliphagi, dan kelelahan.
· Memantau
urin keton
· Memberikan
insulin yang sesuai
· Memantau
status cairan
· Antisipasi
situasi dalam persyaratan pemberian insulin
· Membatasi
gerakan ketika gula darah diatas 250 mg/dl, terutama apabila terdapat urin
keton
· Mendorong
pasien untuk memantau gula darah
b) Manajemen
hipoglikemia (2130)
Aktivitas
:
· Mengenali
pasien dengan resiko hipoglikemia
· Memantau
gula darah
· Memantau
gejala hipoglikemia seperti:tremor, berkeringat, gugup, tacikardi, palpitasi,
mengigil, perubahan perilaku, coma.
· Memberikan
karbohidrat sederhana yang sesuai
· Memberikan
glukosa yang sesuai
· Melaporkan
segera pada dokter
· Memberikan
glukosa melalui IV
· Memperhatikan
jalan nafas
· Mempertahankan
akses IV
· Lindungi
jangan sampai cedera
· Meninjau
peristiwa terjadinya hipoglikemia dan faktor penyebabnya
· Memberikan
umpan balik mengenai manajemen hipoglikemia
· Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor
resiko, pencegahan hipoglikemia
· Menganjurkan
pasien memakan karbohidrat yang simple setiap waktu
|
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan Untuk
Mengabsorbsi Nutrisi
Definisi : intake nutrisi tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan proses metabolik.
Batasan Karakteristik :
§
Nafsu makan menurun
§
Berat badan menurun (20% atau lebih
dibawah ideal)
§
Kelemahan/ kerapuhan pembuluh kapiler
§
Penurunan berat badan dengan intake
makanan yang cukup
§
Kurangnya informasi
§
Konjungtiva dan membran mukosa pucat
§
Tonus otot buruk
§
Melaporkan intake makanan yang kurang
dari kebutuhan makanan yang tersedia
|
1)
Status nutrisi
Defenisi
: sejauh mana tingkat nutrisi yang tersedia untuk dapat memenuhi
kebutuhan proses metabolik.
Indikator :
· Intake
nutrisi adekuat
· Intake
makanan adekuat
· Intake
cairan dalam batas normal
· Energi
cukup
· Indeks
masa tubuh dalam batas normal
2)
Status nutrisi :
asupan makanan dan cairan
Definisi : jumlah makanan dan cairan dalam tubuh selama waktu 24 jam.
Indikator :
·
Intake
makanan melalui oral adekuat
·
Intake cairan melalui oral adekuat
·
Intake cairan melalaui intravena dalam batas
normal
3)
Status nutrisi :
intake nutrisi
Definisi
: intake nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi proses metabolic
Indikator
:
· Intake
kalori dalam batas normal
· Intake
protein dalam batas normal
· Intake
lemak dalam batas normal
· Intake
karbohidrat dalam batas normal
· Intake
serat dalam batas normal
· Intake
mineral dalam batas normal
|
1) Manajemen
Nutrisi
Aktivitas :
·
Mengkaji adanya pasien alergi terhadap
makanan
·
Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien
·
Mengatur pola makan dan gaya hidup
pasien
·
Mengajarkan
pasien bagaimana pola makan sehari- hari yang sesuai dengan kebutuhan
·
Memantau dan mencatat masukan kalori
dan nutrisi
·
Timbang berat badan pasien dengan
interval yang sesuai
·
Memberikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara memenuhinya
·
Membantu pasien untuk menerima program
gizi yang dibutuhkan
2)
Therapy nutrisi
Aktivitas
:
·
Memantau makanan
dan minuman yang dimakan dan hitung intake kalori sehari yang sesuai
·
Memantau
ketepatan anjuran diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehari- hariyang sesuai
·
Berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
·
Memberikan
makanan sesuai dengan diet yang dianjurkan
·
Memantau hasil
labor Memberikan
·
Mengajari kepada keluarga dan pasien secara tertulis
contoh diet yang dianjurkan
3)
Monitor Gizi
Aktivitas
:
·
Memantau berat badan pasien
·
Memantau turgor
kulit
·
Memantau mual dan
muntah
·
Memantau albumin,
total protein, Hb, hematokrit, dan elektrolit
·
Memantau tingkat
energi, lemah, letih, rasa tidak enak
·
Memantau apakah
konjungtiva pucat, kemerahan, atau kering
·
Memantau intake
nutrisi dan kalori
|
Kekurangan
Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume Cairan Secara Aktif
Definisi : penurunan cairan Intravaskuler, Interstisial, dan atau
Intrasel. Diagnosis ini mengacu pada dehidrasi yang merupakan kehilangan
cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
Batasan
Karakteristik :
· Perubahan status mental
·
Penurunan
tekanan darah
·
Penurunan
volume/ tekanan nadi
·
Penurunan
turgor kulit/ lidah
·
Pengisian vena
menurun
·
Membran
mukosa/ kulit kering
·
Peningkatan hematokrit meninggi
·
Peningkatan
denyut nadi
·
Konsentrasi
urine meningkat
·
Kehilangan
berat badan seketika
·
Kehausan
·
Kelemahan
|
a) Keseimbangan cairan
Defenisi :
keseimbangan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator
:
· Tekanan
darah dalam batas normal
· Keseimbangan
intake dan output selama 24 jam
· Turgor
kulit baik
· Membran
mukosa lembab
· Hematokrit
dalam batas normal
b) Hidrasi
Definisi
: kecukupan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator
:
· Turgor kulit baik
· Membran mukosa lembab
· Intake cairan dalam batas normal
· Pengeluaran Urin dalam batas normal
|
1)
Manajemen Cairan
Aktivitas
:
·
Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
·
Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
·
Memonitor vital sign
·
Memonitor hasil labor yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Ht,
osmolalitas urin)
·
Memonitor
masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
·
Berkolaborasi
untuk pemberian cairan IV
2) Monitor Cairan
Aktivitas :
·
Menentukan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (polyuria, muntah,
hipertermi)
·
Memonitor intake dan output
·
Memonitor serum dan jumlah elektrolit dalam urin
·
Memonitor serum albumin dan jumlah protein total
·
Memonitor serum dan osmolaritas urin
·
Mempertahankan
keakuratan catatan intake dan output
·
Memonitor warna, jumlah dan berat jenis urin.
3)
Terapi Intravena
Aktivitas :
· Periksa tipe, jumlah, expire date, karakter dari cairan
dan kerusakan botol
· Tentukan dan persiapkan pompa infuse IV
· Hubungkan botol
dengan selang yang tepat
· Atur cairan IV sesuai suhu ruangan
· Kenali apakah pasien sedang penjalani pengobatan lain
yang bertentangan dengan pengobatan ini
· Atur pemberian IV, sesuai resep, dan pantau hasilnya
· Pantau jumlah tetes IV dan tempat infus intravena
· Pantau terjadinya kelebihan cairan dan reaksi yang
timbul
· Pantau kepatenan IV sebelum pemberian medikasi
intravena
· Ganti kanula IV, apparatus,
dan infusate setiap 48 jam, tergantung pada protocol
· Perhatikan
adanya kemacetan aliran
· Periksa
IV secara teratur
· Pantau
tanda-tanda vital
· Batas kalium intravena adalah 20 meq per jam atau 200
meq per 24 jam
· Catat
intake dan output
· Pantau tanda dan gejala yang berhubungan dengan infusion phlebitis dan infeksi lokal
|
Kerusakan
Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi, Kurang
Pengetahuan, Faktor Mekanik (tekanan, benturan, gesekan)
Definisi : kerusakan pada selaput lendir, kornea, kulit dan jaringan subkutan
Batasan
Karakteristik :
·
Kerusakan
jaringan (kornea, membrane mukosa, kulit, dan subkutan)
·
Kehilangan jaringan
|
a)
Integritas
Jaringan : kulit dan membran mukosa
Defenisi
: keutuhan struktur dan fungsi fisiologis normal dari kulit dan membrane
mukosa
Indikator
:
· Temperature
kulit dalam batas normal
· Susunan
dalam batas normal
· Perfusi
jaringan baik
· Integritas
kulit baik
b)
Penyembuhan luka : tahapan kedua
Definisi
: tingkat regenerasi dari sel dan jaringan setelah dilakukan penutupan
Indikator
:
· Granulasi dalam keadaan baik
· Bekas luka dalam keadaan baik
· Penurunan ukuran luka
|
a)
Managemen Tekanan
Aktifitas
;
·
Memakaikan pasien pakaian yang tidak membatasi gerak
·
Menahan diri untuk melakukan tekanan
pada bagian tubuh yang sakit
·
Meninggikan ektremitas yang terluka
·
Memutar posisi pasien setiap dua jam
sekali, berdasarkan jadwal khusus
·
Memantau area kulit yang kemerahan
atau rusak
·
Memantau pergerakan dan aktifitas
pasien
·
Memantau status nutrisi pasien
·
Memantau sumber tekanan dan geseran
b)
Perawatan Luka (3660)
Aktifitas :
·
Mengganti balutan plester dan debris
·
Mencukur rambut sekeliling daerah yang
terluka, jika perlu
·
Mencatat karakteristik luka termasuk
warna, bau dan ukuran
·
Membersihkan dengan larutan saline
atau nontoksik yang sesuai
·
Memberikan pemeliharaan kulit luka
bernanah sesuai kebutuhan
·
Mengurut sekitar luka untuk merangsang
sirkulasi
·
Menggunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka yang sesuai
·
Menggunakan salep yang cocok pada
kulit/ lesi, yang sesuai
·
Membalut dengan perban yang cocok
·
Mempertahankan teknik pensterilan
perban ketika merawat luka
·
Memeriksa luka setiap mengganti perban
·
Membandingkan dan mencatat secara teratur perubahan-perubahan pada
luka
·
Menjauhkan tekanan pada luka
·
Mengajarkan pasien dan anggota
keluarga prosedur
·
perawatan luka
c)
Posisi
Aktivitas
:
· Menyediakan
tempat tidur yang terapeutik
· Memelihara
kenyamanan tempat tidur
· Menempatkan
dalam posisi yang terapeutik
· Posisi
dalam mempersiapkan kesajajaran tubuh
· Kelumpuhan/menyokong
bagian tubuh
· Memperbaiki
bagian tubuh
· Menghindari
terjadinya amputasi dalam posisi fleksi
· Memposisikan
untuk mengurangi dyspnea (mis. posisi semi melayang), jika diperlukan
· Memfasilitasi
pertukaran udara yang bagus untuk
bernafas
· Menyarankan
untuk peningkatan rentang latihan
· Menyediakan
pelayanan penyokong untuk leher
· Memasang
footboard untuk tidur
· Gunakan
teknik log roll untuk berputar
· Meningkatkan
eliminasi urin, jika diperlukan
· Menghindari
tempat yang akan melukai
· Menopang
dengan backrest, jika diperlukan
· Memperbaiki
kaki 20 derajat diatas jantung, jika diperlukan
· Menginstruksikan
kepada pasien bagaimana menggunakan posisi yang bagus dan gerak tubuh yang
bagus dalam beraktifitas
· Mengontrol
sistem pelayanan untuk mengatur persiapan
· Memelihara
posisi akan integritas dari sistem
· Memperbaiki
kepala waktu tidur, jika diperlukan
· Mengatur
indikasi kondisi kulit
· Membantu
imobilisasi setiap 2 jam, sesuai jadwal
· Gunakan
alat bantu layanan untuk mendukung kaki (mis. Hand roll dan trochanter roll)
· Menggunakan
alat-alat yang digunakan berulang ditempat yang mudah dijangkau
· Menempatkan
posisi tempat tidur yang nyaman agar mudah dalam perpindahan posisi
· Menempatkan
lampu ditempat yang mudah dijangkau
|
Daftar Pustaka:
Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing Intervention Classification (NIC).
Lowa : Mosbysp
Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification (NOC).
St Louis Missouri : Mosby
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.
EGC:Jakarta.
Sudoyo, Aru W.( 2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,
Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing.
Wiley, NANDA International. (2012). Nursing
Diagnostig : Defenition and Clasification 2012-2014. Jakarta :ECG