Thursday, February 1, 2018

Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Nanda Noc Nic


LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

A.    Landasan Teoritis Penyakit
1.      Defenisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011)
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2002 ).
Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.






2.      Anatomi Fisiologi


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar  5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa  dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan  embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
·         Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
·         Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
·         Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler.  Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang  normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh  dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral.Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
·         Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
·         Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
·         Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen
·         Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

3.      Klasifikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:
a.       Diabetes Mellitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yangdisebabkan oleh: autoimun dan idiopatik

b.      Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini, antara lain:
-        Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
-        Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).

c.    DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia.Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.

d.   Diabetes Melitus tipe lain :
1)      Defek genetik fungsi sel beta :
·         Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
·         DNA mitokondria
2)      Defek genetik kerja insulin
3)      Penyakit endokrin pankreas :
·         pankreatitis
·         tumor pankreas /pankreatektomi
·         pankreatopati fibrokalkulus
4)      Endokrinopati :
·         akromegali
·         sindrom Cushing
·         feokromositoma
·         hipertiroidisme
5)      Karena obat/zat kimia :
·         vacor, pentamidin, asam nikotinat
·         glukokortikoid, hormon tiroid
·         tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
7)      Infeksi :
·         Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
8)      Sebab imunologi yang jarang :
·         antibodi anti insulin
9)      Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
·         sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom  Turner, dan lain-lain.

4.      Etiologi
Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin absolut ataupun relatif. Namun dari beberapa kasus juga ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara lain :
a.       Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
b.      Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
c.       Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.  (Soegondo S, dkk. 2007)
Penyebab lainnya dikategorikan berdasarkan tipe Diabeter yaitu :
a.       Diabetes Tipe I :
1)      Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2)      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3)      Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
b.      Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1)      Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2)      Obesitas
3)      Riwayat keluarga

5.      Manifestasi Klinis
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi.
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a.       Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b.      Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.       Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d.      Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus



e.       Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

6.      Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda, yaitu :
a.       Tipe 1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat.
b.      Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hasbimoto disease, pernisious anemia, dan myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30-50 tahun. Pada diabetes tipe 1 cenderung terjadi ketoasidosis diabetic.
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistesni insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkain reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Smeltzer & Bare, 2002 ). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2002 ).
WOC ( terlampir )



7.      Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a.       Pemeriksaan Fisik
1)      Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2)      Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3)      Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
4)      Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.
5)      Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6)      Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7)      Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8)      Pemeriksaan Muskuloskeletal
 Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
9)       Pemeriksaan Ekstremitas
 Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
10)    Pemeriksaan Neurologi
 GCS :15
 Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
b.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1)      Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
2)      Pemeriksaan fungsi tiroid 
peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
3)      Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4)      Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

8.      Penatalaksanaan
a.       Terapi farmakologi
1)      InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA menggunakan E. Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot (DEPKES RI, 2000).
2)      Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi dengan obat-obat antidiabetes yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Pasien yang mungkin berespon terhadap obat hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya berkembang kurang dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol hiperglikemiknya. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:
-        Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes mellitus tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati
-        Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah hipoglikemia (DEPKES RI, 2000).
-        Golongan penghambat alfa glukosida
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/ hari yang menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosedan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja menghambat alfa-glukosidase sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat (DEPKES RI, 2000).
-        Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek farmakologinya dan berupa penurunan kadar glukosa darah dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot, jaringan lemak, dan hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti pada sulfonilurea
-        Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu mekanisme khusus, yaitu mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan. Meglitinida harus diminum cepat sebelum makan, dan karena reabsorpsinya cepat maka mencapai kadar puncak dalam satu jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat, dalam 1 jamsudah dikeluarkan tubuh
b.      Terapi Non-Farmakologi
1)      Pencegahan komplikasi
2)      Berhenti  merokok
3)      Mengoptimalkan  kadar kolesterol
4)      Menjaga  berat tubuh yang stabil
5)      Mengontrol  tekanan darah tinggi
6)      Olahraga teratur dapat bermanfaat :
-     Mengendalikan kadar glukosa darah
-     Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
-     Membantu mengurangi stres
-     Memperkuat otot dan jantung
-     Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
-     Membantu menurunkan tekanan darah
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Brunner and Suddarth, 2002) :
1)      Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
-        Jumlah kalori sesuai kebutuhan
                                        Cara menentukan kebutuhan kalori:
·         Kurus       :  BBx 40-60 kal/ hari
·         Normal     :  BBx 30 kal/ hari
·         Gemuk     :  BBx 20 kal/ hari
·         Obesitas   :  BBx 10-15 kal/ hari
-        Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan malam- menjelang tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein 10- 15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.
2)      Latihan
3)      Pemantauan
4)      Terapi (jika diperlukan)
5)      Pendidikan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai pengetahuan dan ketrampilan praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki gaya hidup yang baik

9.      Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
a.       Komplikasi Akut
1)      Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
2)      Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakanmengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
-     Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
-     Na serum <140 meq/L
-     Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
-     Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria
3)      Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
b.      Komplikasi Kronis (Menahun)
1)      Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
2)       Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3)      Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4)      Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.

B.     Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan
1.      Identitas
Jenis Kelamin    :    dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur                 :    banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe satu dapat terjadi pada umur muda atau anak-anak.

2.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b.      Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark miokard
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

3.      Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a.       Pemeriksaan Fisik
a)      Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b)      Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c)      Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d)     Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.
e)      Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f)       Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g)      Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h)      Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i)        Pemeriksaan Ekstremitas
 Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j)        Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

b.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a)      Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
b)      Pemeriksaan fungsi tiroid 
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

c)      Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
d)     Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

4.      Fungsional Gordon
a.       Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
b.      Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c.       Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d.      Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

e.       Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f.       Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
g.      Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
h.      Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
i.        Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
j.        Koping toleransiLamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k.      Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.



Dosis Pemberian Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar  pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah  penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1.      Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin) Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
2.      Kerja menengah (intermediate acting) Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente Dengan menambah  protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka  bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.
3.      Kerja panjang (long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi
Cara pemberian insulin ada beberapa macam:
1.       intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
2.      intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,
3.      subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah < 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
 > 350 mg% = 20 – 24 unit









Rumus Pemberian Insulin

ULKUS DIABETIKUM

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
·         Derajat 0         : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
·         Derajat I          : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
·         Derajat II        :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
·         Derajat III       : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
·         Derajat I          : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
·         Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.






Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a.         Faktor endogen Genetik, metabolik. Angiopati diabetik. Neuropati diabetik.
b.        Faktor ekstrogen
1)      Trauma.
2)      Infeksi.
3)      Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,  sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum (Askandar 2001).

Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap ulkus itu sendiri.
1.      Pengendalian Diabetes
        Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis.
        DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah paling tidak dihambat.
        Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah tersebut belum tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau disebut pengelolaan farmakologis.

2.      Penanganan Ulkus diabetikum
1.      Strategi pencegahan
        Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar.





2.      Penanganan Ulkus Diabetikum
    Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :
1.      Tingkat 0 :
        Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
2.      Tingkat I
        Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
3.      Tingkat II
           Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
4.      Tingkat III
        Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
5.      Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.









Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
(NANDA)
Kriteria Hasil
(NOC)
Intervensi Keperawatan
(NIC)
Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Asupan Makanan, Ketidakadekuatan Monitor Glukosa Darah, Kurangan Ketaatan Dalam Manajemen Diabetes
Definisi : resiko variasi dari glukosa darah atau tingkat gula dari rentang normal
1)      Tingkat glukosa darah
Defenisi : keadaan dimana tingkat glukosa di plasma dan urin dalam rentang normal
Indikator :
·   Glukosa darah dalam batas normal
·   Glukosa urin dalam batas normal
·   Urin keton
2)      Manajemen Diabetes secara mandiri
Definisi : melakukan manajemen Diabetes secara mandiri, pengobatan dan pencegahan tehadap perjalanan penyakit
Indikator :
·      Memantau glukosa darah dalam batas normal
·      Mengobati gejala dari hiperglikemia
·      Mengobati gejala dari hipoglikemia
3)             Kurangnya pengetahuan tentang manajemen diabetes
4)             Ketidakadekuatan dalam memantau gula darah
5)             Pengetahuan tentang diet

a)      Managemen Hiperglikemia
Aktifitas ;
·   Memantau peningkatan gula darah
·   Memantau gejala hiperglikemia, poliuria, polidipsi, poliphagi, dan kelelahan.
·   Memantau urin keton
·   Memberikan insulin yang sesuai
·   Memantau status cairan
·   Antisipasi situasi dalam persyaratan pemberian insulin
·   Membatasi gerakan ketika gula darah diatas 250 mg/dl, terutama apabila terdapat urin keton
·   Mendorong pasien untuk memantau gula darah
b)      Manajemen hipoglikemia (2130)
Aktivitas :
·   Mengenali pasien dengan resiko hipoglikemia
·   Memantau gula darah
·   Memantau gejala hipoglikemia seperti:tremor, berkeringat, gugup, tacikardi, palpitasi, mengigil, perubahan perilaku, coma.
·   Memberikan karbohidrat sederhana yang sesuai
·   Memberikan glukosa yang sesuai
·   Melaporkan segera pada dokter
·   Memberikan glukosa melalui IV
·   Memperhatikan jalan nafas
·   Mempertahankan akses IV
·   Lindungi jangan sampai cedera
·   Meninjau peristiwa terjadinya hipoglikemia dan faktor penyebabnya
·   Memberikan umpan balik mengenai manajemen hipoglikemia
·   Mengajarkan  pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor resiko, pencegahan hipoglikemia
·   Menganjurkan pasien memakan karbohidrat yang simple setiap waktu

Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Ketidakmampuan Untuk Mengabsorbsi Nutrisi
Definisi : intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan proses metabolik.
Batasan Karakteristik :
§  Nafsu makan menurun
§  Berat badan menurun (20% atau lebih dibawah ideal)
§  Kelemahan/ kerapuhan pembuluh kapiler
§  Penurunan berat badan dengan intake makanan yang cukup
§  Kurangnya informasi
§  Konjungtiva dan membran mukosa pucat
§  Tonus otot buruk
§  Melaporkan intake makanan yang kurang dari kebutuhan makanan yang tersedia


1)      Status nutrisi
Defenisi : sejauh mana tingkat nutrisi yang tersedia untuk dapat memenuhi kebutuhan  proses metabolik.
Indikator :
·   Intake nutrisi adekuat
·   Intake makanan adekuat
·   Intake cairan dalam batas normal
·   Energi cukup
·   Indeks masa tubuh dalam batas normal
2)      Status nutrisi : asupan makanan dan cairan
Definisi : jumlah makanan dan cairan dalam tubuh selama waktu 24 jam.
Indikator :
·   Intake  makanan melalui oral adekuat
·   Intake cairan melalui oral adekuat
·    Intake cairan melalaui intravena dalam batas normal
3)      Status nutrisi : intake nutrisi
Definisi : intake nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi proses metabolic
Indikator :
·   Intake kalori dalam batas normal
·   Intake protein dalam batas normal
·   Intake lemak dalam batas normal
·   Intake karbohidrat dalam batas normal
·   Intake serat dalam batas normal
·   Intake mineral dalam batas normal

1)      Manajemen Nutrisi
Aktivitas :
·    Mengkaji adanya pasien alergi terhadap makanan
·    Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
·    Mengatur pola makan dan gaya hidup pasien
·    Mengajarkan pasien bagaimana pola makan sehari- hari yang sesuai dengan kebutuhan
·    Memantau dan mencatat masukan kalori dan nutrisi
·   Timbang berat badan pasien dengan interval yang sesuai
·   Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara memenuhinya
·   Membantu pasien untuk menerima program gizi yang dibutuhkan
2)      Therapy nutrisi
Aktivitas :
·   Memantau makanan dan minuman yang dimakan dan hitung intake kalori sehari yang sesuai
·   Memantau ketepatan anjuran diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehari- hariyang sesuai
·   Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
·   Memberikan makanan sesuai dengan diet yang dianjurkan
·   Memantau hasil labor Memberikan
·   Mengajari  kepada keluarga dan pasien secara tertulis contoh diet yang dianjurkan
3)      Monitor Gizi
Aktivitas :
·   Memantau berat badan pasien
·   Memantau turgor kulit
·   Memantau mual dan muntah
·   Memantau albumin, total protein, Hb, hematokrit, dan elektrolit
·   Memantau tingkat energi, lemah, letih, rasa tidak enak
·   Memantau apakah konjungtiva pucat, kemerahan, atau kering
·   Memantau intake nutrisi dan kalori

Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume Cairan Secara Aktif
Definisi : penurunan cairan Intravaskuler, Interstisial, dan atau Intrasel. Diagnosis ini mengacu pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan dalam natrium.
Batasan Karakteristik :
·      Perubahan status mental
·      Penurunan tekanan darah
·      Penurunan volume/ tekanan nadi
·      Penurunan turgor kulit/ lidah
·      Pengisian vena menurun
·      Membran mukosa/ kulit kering
·      Peningkatan  hematokrit meninggi
·      Peningkatan denyut nadi
·      Konsentrasi urine meningkat
·      Kehilangan berat badan seketika
·      Kehausan
·      Kelemahan


a)      Keseimbangan cairan
Defenisi : keseimbangan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator :
·   Tekanan darah dalam batas normal
·   Keseimbangan intake dan output selama 24 jam
·   Turgor kulit baik
·   Membran mukosa lembab
·   Hematokrit dalam batas normal

b)      Hidrasi
Definisi : kecukupan cairan di intraselluler dan ekstraselluler di dalam tubuh
Indikator :
·      Turgor kulit baik
·      Membran mukosa lembab
·      Intake cairan dalam batas normal
·      Pengeluaran Urin dalam batas normal

1)      Manajemen Cairan
Aktivitas :
·   Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
·   Memonitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
·   Memonitor vital sign
·   Memonitor hasil labor yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Ht, osmolalitas urin)
·   Memonitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
·   Berkolaborasi untuk pemberian cairan IV
2)      Monitor Cairan
Aktivitas :
·   Menentukan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (polyuria, muntah, hipertermi)
·    Memonitor intake dan output
·   Memonitor serum dan jumlah elektrolit dalam urin
·   Memonitor serum albumin dan jumlah protein total
·   Memonitor serum dan osmolaritas urin
·   Mempertahankan keakuratan catatan intake dan output
·   Memonitor warna, jumlah dan berat jenis urin.
3)      Terapi Intravena
Aktivitas      :
· Periksa tipe, jumlah, expire date, karakter dari cairan dan kerusakan botol
· Tentukan dan persiapkan pompa infuse IV
· Hubungkan  botol dengan selang yang tepat
· Atur cairan IV sesuai suhu ruangan
· Kenali apakah pasien sedang penjalani pengobatan lain yang bertentangan dengan pengobatan ini
· Atur pemberian IV, sesuai resep, dan pantau hasilnya
· Pantau jumlah tetes IV dan tempat infus intravena
· Pantau terjadinya kelebihan cairan dan reaksi yang timbul
· Pantau kepatenan IV sebelum pemberian medikasi intravena
· Ganti kanula IV, apparatus, dan infusate setiap 48 jam, tergantung pada protocol
· Perhatikan adanya kemacetan aliran
· Periksa IV secara teratur
· Pantau tanda-tanda vital
· Batas kalium intravena adalah 20 meq per jam atau 200 meq per 24 jam
· Catat intake dan output
· Pantau tanda dan gejala yang berhubungan dengan infusion phlebitis dan infeksi lokal

Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi, Kurang Pengetahuan, Faktor Mekanik (tekanan, benturan, gesekan)
Definisi : kerusakan pada selaput lendir, kornea,  kulit dan jaringan subkutan
Batasan Karakteristik :
·      Kerusakan jaringan (kornea, membrane mukosa, kulit, dan subkutan)
·      Kehilangan jaringan


a)      Integritas Jaringan : kulit  dan membran mukosa
Defenisi : keutuhan struktur dan fungsi fisiologis normal dari kulit dan membrane mukosa
Indikator :
·   Temperature kulit dalam batas normal
·   Susunan dalam batas normal
·   Perfusi jaringan baik
·   Integritas kulit baik

b)      Penyembuhan luka : tahapan kedua
Definisi : tingkat regenerasi dari sel dan jaringan setelah dilakukan penutupan
Indikator :
·      Granulasi dalam keadaan baik
·      Bekas luka dalam keadaan baik
·      Penurunan ukuran luka

a)      Managemen Tekanan
Aktifitas ;
·   Memakaikan pasien  pakaian yang tidak membatasi gerak
·   Menahan diri untuk melakukan tekanan pada bagian tubuh yang sakit
·   Meninggikan ektremitas yang terluka
·   Memutar posisi pasien setiap dua jam sekali, berdasarkan jadwal khusus
·   Memantau area kulit yang kemerahan atau rusak
·   Memantau pergerakan dan aktifitas pasien
·   Memantau status nutrisi pasien
·   Memantau sumber tekanan dan geseran
b)     Perawatan Luka (3660)
Aktifitas :
·   Mengganti balutan plester dan debris
·   Mencukur rambut sekeliling daerah yang terluka, jika perlu
·   Mencatat karakteristik luka termasuk warna, bau dan ukuran
·   Membersihkan dengan larutan saline atau nontoksik yang sesuai
·   Memberikan pemeliharaan kulit luka bernanah sesuai kebutuhan
·   Mengurut sekitar luka untuk merangsang sirkulasi
·   Menggunakan unit TENS (Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation) untuk peningkatan penyembuhan luka yang sesuai
·   Menggunakan salep yang cocok pada kulit/ lesi, yang sesuai
·   Membalut dengan perban yang cocok
·   Mempertahankan teknik pensterilan perban ketika merawat luka
·   Memeriksa luka setiap mengganti perban
·   Membandingkan dan mencatat  secara teratur perubahan-perubahan pada luka
·   Menjauhkan tekanan pada luka
·   Mengajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
·   perawatan luka
c)      Posisi
Aktivitas :
· Menyediakan tempat tidur yang terapeutik
· Memelihara kenyamanan tempat tidur
· Menempatkan dalam posisi yang terapeutik
· Posisi dalam mempersiapkan kesajajaran tubuh
· Kelumpuhan/menyokong bagian tubuh
· Memperbaiki bagian tubuh
· Menghindari terjadinya amputasi dalam posisi fleksi
· Memposisikan untuk mengurangi dyspnea (mis. posisi semi melayang), jika diperlukan
· Memfasilitasi pertukaran udara  yang bagus untuk bernafas
· Menyarankan untuk peningkatan rentang latihan
· Menyediakan pelayanan penyokong untuk leher
· Memasang footboard untuk tidur
· Gunakan teknik log roll untuk berputar
· Meningkatkan eliminasi urin, jika diperlukan
· Menghindari tempat yang akan melukai
· Menopang dengan backrest, jika diperlukan
· Memperbaiki kaki 20 derajat diatas jantung, jika diperlukan
· Menginstruksikan kepada pasien bagaimana menggunakan posisi yang bagus dan gerak tubuh yang bagus dalam beraktifitas
· Mengontrol sistem pelayanan untuk mengatur persiapan
· Memelihara posisi akan integritas dari sistem
· Memperbaiki kepala waktu tidur, jika diperlukan
· Mengatur indikasi kondisi kulit
· Membantu imobilisasi setiap 2 jam, sesuai jadwal
· Gunakan alat bantu layanan untuk mendukung kaki (mis. Hand roll dan trochanter roll)
· Menggunakan alat-alat yang digunakan berulang ditempat yang mudah dijangkau
· Menempatkan posisi tempat tidur yang nyaman agar mudah dalam perpindahan posisi
· Menempatkan lampu ditempat yang mudah dijangkau
























Daftar Pustaka:

Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing Intervention Classification (NIC). Lowa : Mosbysp
Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification (NOC). St Louis Missouri : Mosby
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC:Jakarta.
Sudoyo, Aru W.( 2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing.
Wiley, NANDA International. (2012).  Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification 2012-2014. Jakarta :ECG


Cegah Pneumonia dengan Edukasi Keluarga

  Oleh: Dwi Anggraini      Setiap anak adalah buah cinta dan harapan bagi orangtuanya. Kehadirannya tidak hanya pertanda keberkahan, tapi ...