ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL
JANTUNG KONGESTIF (CONGHESTIVE HEART FAILURE)
A. LANDASAN TEORI GAGAL JANTUNG
1.
Defenisi
Gagal
Jantung didefenisikan sebagai ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Sering disebut juga
dengan Congestive Heart Failure (CHF) karena umumnya pasien mengalami kongesti
pulmonal dan perifer (Smeltzer et al., 2010).
Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah
medisnya disebut dengan Heart Failure atau Cardiac Failure, merupakan suatu
keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang
setiap menitnya (curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal
metabolisme tubuh. Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis di mana
kelaianan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan
dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2009)
2. Etiologi
Gagal
jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. Penyebabnya harus
selalu dicari. Di Negara-negara berkembang, penyebab tersering adalah
penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya
miokardium (kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati
alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi
tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan
penyebab gagal jantung kongestif yang penting.
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan otot jatung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis coroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (
peningkatan afterload ) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya
terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
after load.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis), hipoksia dan
anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
g.
Aritmia
Aritmia dapat mengurangi efisiensi jantung, seperti yang
terjadi bila kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium) atau disosiasi dari
kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia (ventrikel atau atrium)
menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan beban kerja miokard dan
kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia miokard, dan bila terjadi dalam waktu
lama dapat menyebabkan dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi ventrikel
yang dapat menyebabkan gagal jantung (Gray, 2005)
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4
kelainan fungsional :
ü
Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
ü
Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
ü
Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
ü
Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
3. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas
miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,
mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume
residu ventrikel. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau
paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan
katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional
dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang
terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada
tiga meknisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban
awal akibat aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron dan
hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung. Mekanisme - mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan
pada kerja ventrikel dan menurunnya curah
jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem
dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi
sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada
disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output.
Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin –
Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic
peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada
baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Endotelin disekresikan oleh sel endotel
pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan
efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas
retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai
dengan derajat gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan
relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance
ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab
lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih
kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi
ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan
disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul
sendiri.
4. Manifestasi Klinik
Tanda serta gejala penyakit gagal
jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian mana dari jantung itu yang mengalami
gangguan pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai berikut. Gagal jantung sebelah
kiri:
·
Dispneu
·
Fatigue( cepat lelah)
·
Orthopneu
·
Dispnue noktural proximal
·
Batuk
·
Pembesaran jantung
·
Irama jantung galop
·
Aritmia
·
Pernafasan chinest stock
·
Takhikardi
·
Pulsus altenans
·
Ronchi
·
Kongestif vena pulmonalis
·
Gelisah
Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan
; Menyebabkan peningkatan vena sistemik yang dapat menyebabkan gejala :
·
Patigue (cepat lelah)
·
Oedema( akibat pengumpulan darah yang mengalir kebagian kanan jantung
sehingga menyebabkan oedem pada ekstremitas, asites, dan hepatomegali)
·
Liver agoregendent
·
Anorexia
·
Kembung, mual, muntah
·
Vena jugularis yang terbendung
Pada pemeriksaan
fisik: hipertropi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium
kanan, mur-mur, tanda- tanda penyakit paru kronis, JVP meningkat, bunyi P
meningkat, asites, hidro thorax, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan edema
pieting. Pada
gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan
kanan.
5. Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostic
a. EKG
Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
b.
Ekokardiografi
Teknik esensial yang sederhana dan non-invasif dalam
menegakkan diagnosis etiologi, keparahan, dan menyingkirkan penyakit katup
jantung yang penting.
c. Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi. Juga
mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
e. Rontgen dada
Dapat melihat adanya pembesaran jantung, kongesti paru
atau edema paru.
f. Enzim hepar
g. Analisa Gas Darah
6. Penatalaksanaan Medik Dan Keperawatan
a.
Penatalaksanaan medic / terapi farmakologi
-
Terapi diuretic : Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal
-
Terapi vasodilator
- Digitalis : Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung
- InhibitoR ACE: menghambat perubahan angiotensi I menjadi
angiotensin II, memotomg respon neuroendokrin maladaptif, menimbulkan
vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah.
- Terapi Inotropik : dopamin merupakan salah satu inotropik
positif dapat meningkatkan curah jantung melalui peningkatan kontraktilitas
jantung.
- Terapi sedatif: pada gagal jantung berat pemberian
sedatif dapat mengurangi kegelisahan.
a.
Penatalaksanaan keperawatan
-
Tirah baring
Karena jantung tidak dapat diharapkan untuk
benar-benar istirahat, maka dengan tirah baring kebutuhan pemompaan jantung
dapat diturunkan.
-
Diet rendah natrium
7. Komplikasi
a.
Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
b.
Syok kardiogenik
Merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kirimengalami
kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,
menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat
ke organ vital ( jantung, otak, ginjal )
c.
Episode tromboemboli
Kurangnya mobilitas pasien dan adanya
gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan
thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu pasien meningkatkan
aktifitasnya setlah mobilitas lama, sebuah thrombus dapat terlepas dan dapat
terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru
d.
Efusi dan tamponade pericardium : Masuknya cairan kedalam kantung pericardium
B.
LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien
Meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, alamat, jam dan tanggal masuk,
nomor rekap medis, diagnosa medis, nama penanggung jawab, umur penanggung jawab
serta alamat, jasa pelayanan.
b. Riwayat
kesehatan
-
Keluhan utama :
Biasanya klien mengeluh sesak nafas, sesak
bisa bertambah dengan peningkatan aktifitas (tergantung derjat gagal jantung)
-
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh sesak nafas, batuk, mudah lelah, pusing, mual muntah, nyeri dada, terdapat odema tungkai dan sianotik.
-
Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien mempunyai riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, gangguan otot jantung dan penyakit
degeneratif/inflamasi.
-
Riwayat kesehatan keluarga
Beberapa kasus, ada keluarga yang juga pernah mengalami penyakit yang
sama dengan klien
c. 11 Pola Fungsional GORDON
1.
Pola persepsi kesehatan – manajemen kesehatan
Klien menyadari akan penyakitnya, akan
mencari tahu tentang penyakit yang dideritanya, sehingga kepatuhan akan mengkonsumsi
obat lebih diperhatikan
2.
Pola nutrisi – metabolic
Biasanya klien dengan gagal jantung akan mengalami mual, muntah,
anorexia, adanya peningkatan berat badan, penurunan turgor kulit,
3.
Pola eliminasi
Pada klien dengan gagal jantung akan mengalami
penurunan pengeluaran urine (oliguri), atau bisa juga anuri, sering berkemih
pada malam hari (nocturia)
4.
Pola aktivitas latihan
Klien
sering merasa pusing, mudah lelah, tidak toleran terhadap latihan. Klien hanya mampu melakukan aktifitas latihan
ringan (sesuai dengan derajat gagal jantung). Kemampuan memenuhi ADL memerlukan bantuan
orang lain.
5.
Pola kognitif – persepsi
Biasanya
klien merasa gelisah.
6.
Pola tidur istirahat
Dapat terjadi insomnia, klien dapat tiba – tiba merasa sesak saat tidur.
7.
Pola konsep diri – persepsi diri
Klien sering merasa cemas, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik
8.
Hubungan dan Peran
Kaji peran kelurga dan peran sosial, kepuasan dan ketidakpuasan dengan
peran, persepsi terhadap peran yang terbesar dalam hidup. Klien biasanya akan mengalami gangguan peran
hubungan karena pasien merasa tidak percaya diri lagi.
9.
Seksual dan Reproduksi
Kaji kepuasan atau ketidakpuasan dengan seks, pola reproduksi, dan
menstruasi. Dalam hal ini pola seksual pasien tidak terkaji.
10. Stres dan Koping
Metode untuk mengatasi atau koping terhadap stres, mendefinisakan
stressor, toleransi terhadap stress, efektifitas koping. Pasien biasanya mengalami kecemasan karna
akan menjalani operasi.
11. Nilai dan Kepercayaan
Kaji nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan dengan pilihan, atau
membuat keputusan, kepercayaan spiritual, isu tentang hidup yang penting,
hubungan antara pola nilai kepercayaan dengan masalah dan praktek kesehatan. Klien taat melaksanakan shalat dan sering
berdoa agar dia sembuh dari penyakitnya.
d.
Pemeriksaan fisik
1.
Tanda – tanda vital
-
Pernafasan takipnoe
-
Tachikardi
2.
Kepala dan leher
-
Distensi vena leher
3.
Dada / thorak
-
Biasanya klien mengalami batuk
-
Nafas pendek ( pernafasan cheyne-stokes )
-
Dispnoe, ortopnoe, paroximal noctural dispnoe
- Jantung : jika terjadi pembesaran jantung maka batas jntung ditemukan tidak
normal, impuls apikal tidak normal, ditemukan bunyi jantung lain, seperti bunyi
jantung S3, S4, atau adanya mur-mur
4.
Abdomen
Biasanya
pada pasien gagal jantung dapat ditemukan adanya hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen, adanya penimbunan cairan di rongga abdomen
(ascites)
5.
Kulit, kuku, dan rambut
Klien
akan mengalami sianosis, pucat, keringat dingin, turgor kulit menurun, pengisian kapiler
lambat
6.
Ekstermitas
Biasanya klien gagal jantung akan mengalami edema pada ekstremitas, adanya pitting edema
2.
Perumusan Diagnosa (
NANDA )
a. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas ventrikel, perubahan
frekuensi irama
b. Gangguan pertukaran gas b/d pembesaran cairan, kongesti
paru akibat peubahan membran cairan alveoli
c. Intoleransi aktivitas b.d
kelelahan
d. Kelebihan volume cairan b/d penurunan laju filtrasi glomerulus (penurunan
curah jantung)
NURSING OUTCOMES & INTERVENTION
CLASSIFICATION
No
|
Diagnosa Keperawatan (NANDA)
|
Perencanaan
|
|
NOC
|
NIC
|
||
1.
|
Penurunan curah
jantung b/d penurunan
kontraktilitas
|
§ Pompa jantung efektif
§ Status sirkulasi
Indikator:
-
Denyut jantung dalam batas normal
-
Tekanan vena sentral dalam batas normal
-
Distensi vena leher tidak ada
-
Dysrhythmia tidak ada
-
Hipotensi ortostatik tidak ada
-
Edema perifer tidak ada
|
a. Perawatan jantung
- Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
penyebaran, durasi, factor presipitasi, dan factor yang meringankan )
- Kaji sirkulasi perifer secara komprehensif
(hitung nadi perifer, edema, kapilar refill, warna, suhu ekstremitas)
- Awasi tanda dan gejala penurunan curah
jantung
- Monitor status kardiovaskuler, respirasi
- Monitor abdomen untuk indikasi penurunan
perfusi
- Monitor keseimbangan intake dan output
- Monitor tanda vital secara teratur
- Monitor adanya dispnea, fatigue, takipnea,
ortopnea
- Monitor respon klien terhadap medikasi
b. Pengaturan hemodinamik
- Kenali adanya gangguan tekanan darah
- Auskultasi jantung dan paru
- Berikan obat inotropik positif /
kontraktilitas
- Monitor edema perifer, distensi vena
jugularis, bunyi jantung S3 dan S4
- Pertahankan keseimbangan cairan dengan
memberikan diuretic
- Monitor intake dan out put
- Evaluasi efek dari terapy cairan
c. Terapi
oksigen
-
Jaga kepatenan jalan nafas
-
Pantau aliran oksigen
-
Pantau tanda keracunan oksigen dan hipoventilasi yang
di pengaruhi oleh oksigen
|
2
|
Gangguan Pertukaran gas
b.d pembesaran cairan, kongesti paru akibat peubahan membran cairan alveoli
|
Respiratory status:
gas exchange
-Peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat
- Kebersihan paru
bebas dari tanda-tanda distres pernafasan
-AGD dalam batas
normal
|
a. Airway Manajemen
-
Posisikan pasien untuk ventilasi maksimal
-
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
-
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara nafas tambahan
-
Monitor respirasi dan status
O2
-
Berikan bronkodilator bila
perlu
-
b. Monitoring Respirasi
-
Monitor rata – rata
,kedalaman, irama, dan usaha respirasi
-
Catat pergerakan
dada, amati kesimetrisan,pengguanaan otot tambahan,retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
-
Monitor suara
nafas,seperti dengkur
-
Monitor pola
nafas:bradipneu,takipneu, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
-
Monitor kelelahan
otot diafragma(gerakan paradoksis)
-
Auskultassi suara
nafas ,catat area penurunan/ tidak adaventilasi dan suara nafas tambahan
-
Tentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi crakles dan rocki pada jalan nafs trauma
-
Auskultassi
suara paru setelah tindakan untuik mengetahui hasilnya.
c. Manajemen asam basa
-
Pertahankan
kepatenan jalan nafas
-
Pertahankan akses
IV line
-
Monitor
kecenderungan PH arteri, PaCo2, HCO3
-
Monitor gas
darah arteri
-
Ambil
spesimen yang diinstruksikan untuk mendapatkan analisa keseimbangan
-
Monitor
intake ouput
-
Monitor status
hemodinamik
-
Monitor status
neurologis
-
Berikan pengobatan
sesuai instruksi
|
2.
|
Intoleransi aktivitas
b.d kelemahan
|
Intoleransi Aktifitas
Indicator :
-
Saturasi oksigen dalam batas normal dalam respon
terhadap aktivitas
-
Frekuensi jantung dalam batas normal dalam respon
terhadap aktifitas
-
Frekuensi nafas
-
TD
-
EKG
-
Warna kulit
-
Penampilan aktifitas sehari-hari
|
a. Terapi Aktifitas
Aktifitas :
- Diskusikan dengan pasien frekuensi dan
rentang aktivitas
- Bantu pasien menilai makna dari aktifitas
- Bantu dalam memilih aktifitas yang sesuai
dengan kemampuab fisik, psikologis dan social
b. Manajemen Energi
Aktifitas :
- Tentukan tingkat pembatasan aktivitas fisik
- Gali perasaan pasien tentang pembatasan
aktifitas
- Kaji penyebab-penyebab keletihan
- Monitor intake nutrisi untuk sumber energy
yang adekuat
- Monitor respon kardiopulmoner terhadap
aktivitas
- Observasi pola tidur, jam dan jumlah jam tidur
pasien
- Anjurkan pasien bedrest
- Ajarkan teknk-teknik untuk meminimalkan
konsumsi oksigen
|
3.
|
Kelebihan volume
cairan b/d penurunan laju filtrasi glomerulus (penurunan curah jantung)
|
Manajemen
cairan
Indikator:
-
TD dalam batas normal
-
Tekanan vena central
dalam batas normal
-
Hipotensi orthostatik
tidak ada
-
Keseimbangan intake
dan out put dalam 24 jam
-
Tidak ada kelainan
bunyi nafas
-
Ascites tidak ada
-
Distensi vena
jugularis
-
Edema tidak ada
-
Pheriperal edema tidak
ada
|
a. Manajemen cairan
- Timbang BB tiap hari
- Monitor status hidrasi
(kelembaban mukosa, nadi )
- Monitor TTV
- Monitor adanya
retensi/overload cairan ( edema, asites, distensi vena leher )
- Kaji lokasi dan luas
edema
-
Berikan diuretik
b. Monitoring cairan
- Kaji tentang riwayat
jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi
- Monitor intake dan out
put
- Monitor denyut
jantung, status respirasi
- Monitor TD ortostatik
dan perubahan ritme jantung
- Monitor distensi vena
leher, edema perifer dan peningkatan BB
- Monitor tanda dan
gejala ascites
c. Monitor tanda-tanda vital
- Monitor TD, N suhu dan
pernafasan
- monitor kualitas nadi
- monitor irama dan
frekuensi jantung
- monitor adanya
abnormalitas pola nafas
- monitor bunyi jantung
- monitor adanya
sianosis sentral dan perifer
|
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Bare, 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC.
Carpenito
Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Johnson,
M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
J.Charles Reeves dkk. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Merdeka.
Mc
Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification
(NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Gray et al, 2005. Kardiologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga
NANDA,
2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price,
Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Muttaqin Arif, 2009. Asuhan keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta; Salemba Medika
No comments:
Post a Comment