Monday, July 16, 2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SOL (SPACE OCCUPYING LESION)


 SOL (SPACE OCCUPYING LESION)

    A.    LANDASAN TEORITIS PENYAKIT
          1. DEFINISI
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial.(Suzanne dan Brenda G Bare. 2003). 
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaputotak. (Fransisca B Batticaca, 2008).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik.Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

    2.   ETIOLOGI
·         Riwayat trauma kepala
·         Faktor genetik
·         Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
·         Virus tertentu
·          Defisiensi imunologi
·          Congenital
   3.  TANDA DAN GEJALA
1.      Tanda dan gejala  peningkatan TIK :
·         Sakit kepala
·         Muntah
·         Papiledema
2.      Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
·        Tumor  korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
·  Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
·  Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan  dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
·   Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
·      Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
·    Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )

   4.  PATOFISIOLOGI
Kerusakan (atau mutasi) genetik mungkin didapat dari akibat pengaruh lingkungan seperti trauma, zat kimia, radiasi atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetik pada kanker mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik (yaitu umor bersifat monoklonal). 
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik tersebut mengakibatkan peningkatan TIK. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400 gr), cairan serebrospinal (kira-kira 75 ml), dan darah (kira-kira 75 ml). Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan isi intrakranial normal akan menggeser sebagai konsekuensi dari space occupying lesion (SOL). Peningkatan volume salah satu di antara ketiganya mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsu lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.  Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50 – 200 mm H2O atau 4 – 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005).
Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila satu dari tiga elemen intrakranial membesar melampaui proporsi normal. Proses ini sangat penting untuk mempertahankan tekanan intrakranial yang juga berarti mepertahankan intergritas otak. Perubahan kompensatoris meliputi pengalihan cairan serebrospinal ke rongga spinal, peningkatan aliran vena dari otak, dan sedikit tekanan pada jaringan otak
    Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
    a.       Bertambahnya massa dalam tengkorak
    b.      Terbentuknya edema sekitar tumor
    c.       Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif bila menghadapi tekanan TIK yang serius dan berlangsung lama. Edema otak barangkali merupakan sebab yang lazim dari peningkatan TIK.
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak sehingga mencapai tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan intrakranial pasca pecah aneurisma sering kali diikuti dengan meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu iskhemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).
 

Gambar 2.4 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada
Jaringan Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
(Satyanegara, 2010)


Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) mengurangi aliran darah ke otak secara bermakna. Iskemia yang timbul menimbulkan rangsangan pada pusat vasomotor dan tekanan darah sistemik menjadi meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung meningkatkan bradikardia dan napas menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini , dikenal sebagai Reflek Cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. (Akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekanan intrakranial). Tekanan darah sistemik akan meningkat sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik di mana tekanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. Pada umumnya kejadian ini didahului oleh penurunan yang cepat dari tekanan darah arteria.


  1.      KLASIFIKASI
   Tumor-tumor otak dapat dikalsifikasikan ke dalam beberapa kelompok besar:
a.  Tumor yang muncul dari pembungkus otak, seperti meningioma.
Meningioma merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesotel, serta sel-sel jaringan peyambung arakhnoid dan duramater yang paling penting. Sebagian tumor adalah jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan yang berdekatan namun menekan struktur yang berada di bawahnya.
Lokasinya sering di sebelah kanan atau kiri sutura sagital, di krista sfenoidea, di sekitar sela tursika dan di daerah nervus olfaktorius. Meningioma juga dijumpai dalam kanal vertebra. Meningioma yang jinak menyebabkan takanan terhadap jaringan di sekitarnya. Yang ganas menyabuk jaringan tulang maupun jaringan otak yang dinamakan meningiosarkoma. Ada jenis lain meningioma yang ganas lokal dan hanya tumbuh menyembuk ke dalam tulang, jenis ini dinamakan meningioma infiltrans. Tumor ini dapat menembus tulang tengkorak dan terdapat di dalam otot-otot di bawah kulit kepala. Gambaran histologis meningioma ialah sel-sel yang intinya bundar-bundar kecil yang tersusun dalam lingkaran-lingkaran. Bagian pusar lingkaran atau pusaran ini dapat mengapus hingga membentuk psamona. Tumor ini dapat mengandung banyak pembuluh darah.
Oleh karena pertumbuhan tumor yang lambat, gejala-gejala mungkin tidak diperhatikan dan diagnosis sama sekali salah. Gejala-gejala antara lain epilepsi idiopatik, hemiparesis, dan afasia. Akan tetapi meningioma yang tumbuh pada regio intrakranial tertentu akan menunjukkan manifestasi yang lebih spesifik:
1)      Lekuk olfaktorius: anosmia unilateral kemudian bilateral, edema papil, disfungsi lobus frontalis.
2)      Regio parasagital: paraparesis spastik yang menyerupai lesi medula spinalis.
3)      Sinus kavernosus: oftalmoplegia unilateral (palsi nervus III, IV, dan VI) dan gangguan sensorik           trigeminus (regio oftalmika dan kadang maksilaris).
4)      Nervus optikus: beberapa meningioma pada os sfenoid dapat menekan nervus optikus dan                   menyebabkan gangguan penglihatan unilateral dan atrofi optik. Ekspansi tumor lebih lanjut                 menyebabkan edema papil kontralateral (sindrom Foster-kennedy).
5)      Kadang-kadang meningioma tidak membentuk massa tetapi dapat menyebar dalam lapisan tipis           di atas permukaan dura (meningioma en plague)

b.      Tumor yang berkembang di dalam atau di atas saraf kranial, yaitu neuromaakustik.
Tumor ini berasal dari sel-sel sarung schwann yang melingkupi saraf perifer. Di dalam rongga tengkorak tumor ini biasanya tumbuh pada nervus VIII dari sudut yang dibentuk olah medula oblongata, pons, dan serebelum. Karena itu tumor ini memberikan gejala yang disebut sindrom anngiilus medulo pentoserebelum.
Neurinoma ialah tumor spinal yang paling sering dijumpai di dalam kanal vertebra. Tumor yang ganas disebut neurinosa poma. Sel-sel ini berbentuk lonjong-lonjong bila terpotong memanjang dan tersusun dalam aliran-aliran. Tidak jarang nukleus sel-sel ini tersusun seperti pagar yang disebut formasi palisade.
Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan araksia ipsilateral akibat kompresi batang otak, serebelum, dan palsi nervus kranialis bagian bawah (bulbar). Akhirnya terjadi gambaran peningkatan tekanan intrakranial, terutama jika terjadi hidrosefalus akibat obstruksi pada tingkat ventrikel ke empat. Tumor lain yang dapat mengenai sudut serebelopontin termassuk meningioma dan metastasis.

c.       Tumor yang berasal dari dalam jaringan otak, seperti pada jenis glioma.
Glioma bertanggung jawab atas sekitar 40-50% tumor intrakranial. Glioma diklasifikasikan atas dasar asal embriologis. Pada orang dewasa, sel neuroglia susunan saraf pusat berfungsi untuk perbaikan, penyokong, dan pelindung sel-sel saraf yang lunak. Glioma terdiri atas jaringan penyambung dan sel-sel penyokong yaitu neuroglia yang mempunyai kemampuan untuk terus membelah selam hidup. Sel-sel glia berkumpul membentuk parut sikatriks padat dibagian otak, tempat neuron menghilang oleh karena cedera/penyakit. (price dan Wilson, 1995).
Terdapat 3 jenis sel glia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara embriologis berasal dari lapisan mesodermal oleh karena itu pada umumnya tidak diklasifikasikan sebagai sel glia sejati. Mikroglia masuk ke dalam susunan saraf melalui sistem pembuluh darah dan berfungsi sebagai fagosit, membersihkan debris, serta melawan infeksi. Oligodendroglia dan astrosit merupakan neuroglia sejati seperti neuron dan berasal dari lapisan embrional ekstrodermal. Oligodendroglia berperan dalam pembentuk mielin. Fungsi astrosit masih dalam penyelidikan. Bukti-bukti memperlihatkan bahwa sel-sel ini mungkin berperan dalam menghantarkan impuls dan transmisi sinapsis dari neuron dan bertindak sebagai saluran penghubung antara pembuluh darah dan neuron.
1)      Astrositoma
Astrositoma ialah tumbuh ganda yang berasal dari astrosit. Neoplasma ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa muda dan dapat tumbuh di semua bagian otak. Secara anatomi patologis ada 4 derajat keganasan : astrositoma derajat 1 terdiri atas sel-sel yang menyerupai astrosit normal. Astrositoma derajat 2 sel-sel lebih padat, besarnya tidak sama, pembuluh-pembuluh darah mulai berproliferase.
Astrositoma derajat 3 tampak tanda-tanda keganasan yang jelas yaitu pleiositosis, mitosis yang sering kali tidak normal, terdapat sel-sel raksasa, proliferase pembuluh darah disertai perdarahan-perdarahan.Astrositoma derajat 4 tanda-tanda keganasan lebih hebat lagi. Astrositoma derajat 3 dan 4 juga disebut glioblastoma multiforme. Astrositoma baik jinak maupun ganas tidak menunjukkan batas yang jelas dengan jaringan yang sehat. Hal ini menimbulkan kesukaran bagi dokter yang mengoperasi untuk menentukan sampai berapa banyak jaringan yang harus diangkat. Neoplasma ini juga dijumpai di dalam medula spinalis tetapi lebih jarang. Klien sering tidak datang berobat walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahun sampai timbul gejala, misalnya serangan epilepsi atau nyeri kepala.  
2)      Oligodendroglioma
Oligodendroglioma mirip dengan astrositoma namun terdiri atas sel-sel oligodendroglioma. Tumor relatif avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi.
3)      Ependimoma
Tumor ganas yang berasal di bagian dalam dinding ventrikel. Pasa anak-anak tempat yang palling sering adalah ventrikel keempat. Tumor ini menyerang jaringan sekitarnya dan menyumbat ventrikel. Kematian biasanya terjadi dalam 3 tahun / kurang.

d.      Adenome Hipofisis
Tumor ini sering dijumpai dalam klinik. Asal tumor ini ialah sel-sel kelenjar hipofisis, karena pertumbuhan tumor ini kiasma optik yang terletal di atasnya akan tertekan dengan akibat timbulnya gangguan dalam lapang pandang. Karena hipofisis belahan depan ialah kelenjar endokrin, pada adenoma hipofisis akan timbul gejala-gejala endokrin yang sifatnya ditentukan oleh jenis tumor. Ada 3 jenis adenoma hipofisis, yaitu adenoma eosinofil, adenoma basofil, adenoma kromofob.
Adenoma eosinofil pada anak-anak akan mengakibatkan pertumbuhan raksasa. Jadi lebih besar dan lebih tinggi daripada orang biasa. Pada orang dewasa akan timbuk keadaan yang dinamakan akromegali yaitu pembesaran tangan, kaki, jari-jari, mandibula, kulit, dan lidah menebal.
Pada adenoma basofil, bila timbul pada anak-anak akan terjadi distrofi adiposogenital yaitu penimbunan lemak di daerah muka, leher, bahu, abdomen, disertai hiportrofi genital eksterna. Mungkin dijumpai hipertensi dan osteoporosis.
Pada adenoma kromofob, berat badan bertambah, libido berkurang. Bila fungsi seluruh kelenjar menjadi berkurang akan timbul keadaan hipopitultarismus atau sindroma sbeehan yakni kakeksia nervosa, disebut juga penyakit simmonds.
e.       Aneurisma, Hematoma, malformasi pembuluh darah
Pada aneurisma terjadi pelebaran setempat pada arteri hingga terbentuk tumor. Sebelum aneurisma pecah, gejala-gejalanya menyerupai tumor sebebri. Hematoma intraserebi dapat pula memberikan gejala-gejala seperti tumor. Begitu pula malformasi pembuluh darah.

   2.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·         CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas         tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang     sistem vaskuler.
·         MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak     dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan    CT Scan
·         Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk          memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
·         Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
·         Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal

    3.      PENATALAKSANAAN MEDIS
·         Pembedahan
Tumor jinak seringkali dapat ditangani dengan eksisi komplit dan pembedahan merupakan tindakan yang berpotentif kuratif. Untuk tumor primer maligna atau tumor sekunder, biasanya sulit ditemukan.Pembedahan tumor primer seringkali diindikasikan untuk mencapai diagnosis histologis dan jika mungkin, untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa tumor. Pemeriksaan histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah lesi merupakan suatu glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma, atau bahkan kondisi nonneoplasia, misalnya abses.
Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan tingkat derajat diferensiasi tumor yang berhubungan dengan prognosis. Jadi, pasien glioma derajat 1-2 memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi, median angka harapan hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling buruk (derajat 4) adalah 9 bulan.
Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak tepat dilakukan pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas, walaupun beberapa metastasis soliter dapat ditangani dengan reaksi.
·         Radioterapi
Glioma dapat diterapi dengan raditerapi yang diarahkan pada tumor, sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis
·         Pendekatan stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi pencitraan multipel (Sinar X, CT-Scan) yang lengkap digunakan untuk menentukan lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau radiasi dapat dilepaskan dengan pendekatan stereotaktik. Radioisotop dapat juga ditempatkan langsung ke dalam tumor (brankhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya.
Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai dalam, untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan sendiri. Lokasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan stereotaktik dan melalui laporan pengujian dan posisi pasien yang tepat. Dosis yang sangat tinggi, radiasi akan dilepaskan pada luas bagian yang kecil. Keuntungan metoda ini adalah tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya adalah waktu yang lambat diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan.
·         Transplantasi Sumsum Tulang Analog Intravena
Digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi, karena keadaan ini penting sekali untuk ”menolong” pasien terhadap adanya keracunan pada sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi atau radiasi. Sumsum tulang pasien diaspirasi edikit, biasanya dilakukan pada kepala iliaka dan disimpan. Pasien yang menerima dosis kemoterapi dan terapi radiasi yang banyak, akan menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan (malignan). Sumsum kemudian diinfus kembali setelah pengobatan lengkap.
·         Terapi Medikamentosa
1)      Antikonvulsan untuk epilepsi
2)      Kortikosteroid (dekamentosa) untuk peningkatan teknan intrakranial. Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema otak.
3)      Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat sitostatika (suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker) untuk mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Kemoterapi dapat dipakai sebagai pengobatan tunggal untuk kanker atau bersama-sama dengan radiasi dan pembedahan.

   4.      KOMPLIKASI
·         Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia ( kehilangan keseimbangan ) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal
·         Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
·         Gangguan tidur &  mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
·         Disfungsi seksual
a)      Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu )
b)      Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impoteni dan hipogonadisme.
Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan tingkat kepuasan


    A.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a.      Data Umum
a.      Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
b.      Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran.
c.       Riwayat Kesehatan
b)    Riwayat Kesehatan Sekarang
Sakit kepala hebat pada saat bangun pagi atau pada saat istirahat disertai mual muntah, kesadaran menurun,otot terasa melemah atau kaku.
c)     Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
d)    Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes melitus.

2.      Pengkajian
a.      Pengkajian Fisik
1)      Keadaan umum
·         Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
·         Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
·         Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2)      Pemeriksaan integumen
·         Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien dengan SOL harus bed rest 2-3 minggu
·         Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
·         Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
3)      Pemeriksaan kepala dan leher
·         Kepala: bentuk normocephalik
·         Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
·         Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4)      Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5)      Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6)      Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7)      Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8)      Pemeriksaan neurologi:Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
9)      Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
10)  Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
11)  Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

b.      Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1.      Pola persepsi dan Penanganan Kesehatan
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
2.      Pola Nutrisi dan Metabolisme
            Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
            Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering
3.      Pola Eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4.      Pola Aktivitas dan Latihan
            Gejala : malaise
 Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter
5.      Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
6.      Pola Kognitif dan Persepsi
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
7.      Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8.      Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
9.      Pola Reproduksi Seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
10.  Pola Koping dan Toleransi Stres
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11.  Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

c. Pemeriksaan Fisik Neurologis
Tingkat Kesadaran dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif
a.    Kualitatif
1)   Komposmentis (kesadaran yang normal)
2)   Somnolen: keadaan mengantuk.
Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.Biasa disebut juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri
3)   Sopor (stupor): kantuk yang dalam.
Masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun kembali.Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat gerakan spontan.Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik
4)   Koma ringan
Tidak ada respon terhadap rangsang verbal.Reflek kornea, pupil masih baik.Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak terorganisasi. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan
5)   Koma dalam atau komplit
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
b.   Kuantitatif (Skala Koma Glasgow)
1)   Membuka Mata
-    Spontan                                                                                      4
-    Dengan perintah/ di goyang                                                       3
-    Dengan rangsang nyeri                                                               2
-    Tidak ada reaksi                                                                          1
2)   Respon verbal (bicara)
-    Baik, tidak ada disorientasi                                                         5
-    Bingung/ ragu (bisa membentuk kalimat tapi kacau)                 4
-    Bisa membentuk kata tapi tidak sesuai                                       3
-    Bisa bicara tapi tidak berarti                                                       2
-    Tidak ada respon                                                                         1
3)   Respon Motorik
-    Menuruti perintah                                                                       6
-    Dapat melokalisir adanya rangsangan nyeri                               5
-    Reaksi menghindar                                                                     4
-    Tidak tau dimana rangsangan                                                     3
-    Reaksi abnormal                                                                         2
-    Reaksi                                                                                         1

c.    Kekuatan Otot
(0)      Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
(1)      Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi.
(2)      Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.
(3)      Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
(4)      Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan
(5)      Kekuatan otot normal

d.   Rangsangan Meningeal
-    Kaku kuduk   
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan.Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
-    Kernig sign    
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°.Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
-    Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
-    Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
-     Lasegue sign 
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya.Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus).Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif.Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.

e.    Pemeriksaan Refleks
2.   Refleks Fisiologis
-    Reflek Tendon Patella
Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur, rilekskan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada dan pukul tendon patella.
-    Reflek bisep
Fleksikan lengan pasien pada bagian siku smpai 450 dengan posisi tangan pronasi, letakkan ibu jari pemeriksa pada dasar tendon bisep dan jari-jari lain di atas tendon bisep dan pukul ibu jari dengan reflek hammer
-    Reflek trisep
-    Pegang lengan bawah penderita yang  disemifleksikan , kemudian ketuklah tendon insersio m.triceps pada atas olecranon atau topang lengan yang berada dalam keadaan abduksi dengan  lengan bawah yang tergantung bebas kemudian lakukan ketukan. Respon : terjadi gerakan ekstensi elbow.
3.   Reflek patologis
-    Babynski Test
Tes ini dilakukan dengan menggoreskan ujung palu reflex pada telapak kaki pasien mulai dari tumit menuju ke atas bagian lateral telapak kaki  setelah sampai di kelingking goresan dibelokkan ke medial  dan berakhir dipangkal jempol kaki. Tanda positif responnya berupa dorso fleksi ibu jari kaki disertai pemekaran atau abduksi jari-jari lain. Tanda ini spesifik untuk cedera traktus piramidalis atau upper motor neuron lesi. Tanda ini tidak bias ditimbulkan pada orang sehat kecuali pada bayi yang berusia di bawah satu tahun. Tanda ini merupakan reflex patologis.
-    Oppenheim Test
Tanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan mengurut tulang tibia dari atas ke bawah menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Tanda ini positif responnya sama  babinski tes yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.
-    Chaddock Test
Memberikan rangsangan dengan jalan   menggores pada bagian lateral malleolus lateralis.
-    Gordon  Test
Cara : memencet atau mencubit otot betis.
-    Refleks Schaefer
Cara: memencet/mencubit tendon achilles.
Semua pemeriksaan Reflex patologis diatas memiliki respon yang sama dengan Babynski ketika ada kelainan pada upper motor neuron.
e.    Pemeriksaan Saraf Kranial
1.   Nervus I (olfaktorius) penciuman
Anjurkan pasien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah
2.   Nervus II (Opticus)penglihatan
Meminta pasien untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda sekitar, jelas atau tidak.
3.   Nervus III (Okumularis) kontriksi dan dilatasi pupil
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan akomodasinya
4.   Nervus IV (Trokhlear) gerakan mata ke atas dan ke bawah
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat ke atas dan ke bawah
5.   Nervus V (Trigeminal) sensori kulit wajah, penggerak otot rahang
Sentuh ringan kornea dengan usapan kapan untuk menguji refleks kornea/reflek negatif (diam)/ positif (ada gerakan)
Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah, kaji nyeri menyilang pada wajah
6.   Nervus VI (Abdusen) gerakan bola mata mnyamping
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kiri kanan
7.   Nervus VII (Facial)ekspresi wajah dan pengecapan
Minta pasien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi, menaikkan dan menurunkan alis mata.
8.   Nervus VIII (Auditorius) pendengaran
Kaji pasien terhadap kata-kata yang dibicarakan, suruh pasien mengulangi kata atau kalimat
9.   Nervus IX (Glasofaringeal) pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah
Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin pada bagian pangkal lidah. Gunakan penekan lidah untuk menimbulkan reflek gag.
10.  Nervus X (Vagus) sensasi faring, gerakan pita suara
Suruh pasien mengucapkan “ah” kaji gerakan palatum dan faringeal. Periksa kerasnya suara pasien
11.  Nervus XI (Asesorius) gerakan kepala dan bahu
Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala ke arah yang ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan
12.  Nervus XII (Hipoglasus) posisi lidah
Minta pasien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan menggerakan ke berbagai sisi

B.     Asuhan Keperawatan
NO
Diagnosa (Nanda)
NOC
NIC
1.
Gangguan perfusi jaringan serebral.
Definisi: Ketidakefektifan aliran darah pada otak
a.    Status Neurologi
-          Fungsi saraf normal
-          Kontrol pusat motorik
-          Fungsi saraf otonom
-          Komunikasi
-          Ukuran pupil normal
-          Rangsangan pupil normal
-          Gerakan pupil normal
-          Pola nafas normal
-          TTV normal
-          Pola tidur normal
b.    Perfusi Jaringan Serebral
-          TIK normal
-          Tidak ada sakit kepala
-          Tidak ada gerakan yang tidak disadari
a.    Peningkatan Perfusi Otak
-          Mengatur dan mengontrol dampak tekanan osmotik dan corticosteroid
-          Memberikan obat anti koagulan
-          Mengontrol dampak anti koagula
-          Mengontrol status saraf
-          Mengontrol status respirasi
-          Mengontrol tanda-tanda cairan yang  berlebihan
-          Mengontrol nilai labor untuk mengganti oksigen/keseimbangan asam basa dengan tepat
-          Mengatur posisi leher/kepala dengan meninggikan kepala 15-30 0
-          Mengatur intake dan output cairan
b.    Posisi: Saraf
-          Menempatkan posisi yang terapeutik
-          Menyediakan tempat tidur yang nyaman
-          Mengontrol integritas kulit
-          Mengatur posisi kepala 15-30 0
c.    Memantau Neurologik
-          Monitor tingkat kesadaran
-          Monitor tingkat orientasi
-          Monitor GCS
-          Monitor respon verbal
-          Monitor respon babinski
2.
Nyeri b.d proses penyakit
a.    Tingkat kenyamanan
-          Nyeri berkurang
-          Kecemasan berkurang
-          Stres berkurang
-          Ketakutan berkurang

b.      Kontrol nyeri
-          Menggunakan analgesik
-          Memantau gejala nyeri dari waktu ke waktu
-          Menjelaskan faktor – faktor penyebab nyeri
-          Mengunakan langkah-langkah pencegahan
-          Menggunakan bantuan non analgesik seperti yang di rekomendasikan
-          Melaporkan perubahan dalam perubahan gejala nyeri
a.       Manajemen nyeri
-          Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
-          Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
-          Kaji kebiasaan yang mempengaruhi respion nyeri
-          Pilih dan lakukan penanganan nyeri
-          Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
-          Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
-          Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
-          Tanyakan pada pasien apa saja hal yang memberatkan rasanya nyeri
-          Tanyakan pada pasien teknik apa saja yang dapat mngurangi rasa nyeri yang di rasakan.
-          Ajarkan pasien teknik relaksasi.

b. pemberian analgesic
-          Tentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
-          Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic
-          Cek riwayat alergi obat
-          Tentukan jenis analgesik yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
-          Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama atau jika ada catatan luar biasa.
-          Cek pemberian analgesik selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeri tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
-          kaji pengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai analgesic, terutama sekali opioids(karena resiko kecanduan tinggi)
-          Dokumentasikan respon pasien tentang analgesik, catat efek yang merugikan
3.
Gangguan mobilitas fisik
Defenisi : keadaan ketika seorang individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik, tetapi bukan immobile.
a.    Pergerakan sendi aktif
-        Rahang bergerak
-        Leher bergerak
-        Jari bergerak
-        Ibu jari bergerak
-        Pergelangan bergerak
-        Siku bergerak
-        Bahu bergerak
-        Dll
       Keseimbangan penampilan
-      Posisi tubuh
-      Perpindahan otot
-      Perpindahan sendi
-      Perpindahan penampilan
-      Ambulansi : berjalan
-      Ambulansi dengan kursi roda

a.    Peningkatan perfusi otak
Aktifitas :
-       Konsultasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik dan perawatan rentang parameter
-       Pemeliharaan parameter hemodinamik dan perawatan/tekanan perfusi otak atau vasoconstriktive
-       Mengatur vasoactive obat sebagai kebutuhan untuk memelihara parameter hemodinamik
-       Mengontrol peningkatan volume intravascular jika dipelukan (mis. Koloid, produksi darah dan crystalloid)
-       Mengatur peningkatan volume dan pemeliharaan parameter hemodinamik


4.
Hambatan komunikasi verbal.
Defenisi : Penurunan, keterlambatan, ata ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan suatu sistem lambang

a.          Kemampuan komunikasi
-       menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
-    dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
-     dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
-       Penggunaan bahasa lisa dan tulisan


1.         Peningkatan komunikasi
-       Libatkan keluargauntuk membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien
-       Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
-       Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien
-       Dorong klien untuk mengulang kata-kata
-       Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
-       Programkan speech-language teraphy
    



DAFTAR PUSTAKA
1.      Brenda G. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3. Jakarta : EGC.
2.      Batticaca, Fransisca.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
3.      Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses PenyakitEdisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC
4.      Butt, Ejaz. 2005.  Intracranial Space Occupying Lesions A Morphological Analyis: http://www.thebiomedicapk.com/articles/31.pdf 



 

Cegah Pneumonia dengan Edukasi Keluarga

  Oleh: Dwi Anggraini      Setiap anak adalah buah cinta dan harapan bagi orangtuanya. Kehadirannya tidak hanya pertanda keberkahan, tapi ...