“SOL (SPACE OCCUPYING LESION)”
A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT
1. DEFINISI
Space occupying lesion
intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak
atau ganas, primer atau sekunder,
serta setiap inflamasi
yang berada di dalam rongga tengkorak
yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam
otak. Space occupying lesion intrakranial
meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005).
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi
masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial.(Suzanne
dan Brenda G Bare. 2003).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik
jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.Tumor
otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak.
Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat
dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau
seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari
sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaputotak. (Fransisca B
Batticaca, 2008).
Kranium
merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini
akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya
vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan
serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik.Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal
dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
2. ETIOLOGI
·
Riwayat trauma kepala
·
Faktor genetik
·
Paparan zat kimia yang
bersifat karsinogenik
·
Virus tertentu
·
Defisiensi imunologi
·
Congenital
3. TANDA DAN
GEJALA
1.
Tanda dan gejala peningkatan TIK :
·
Sakit kepala
·
Muntah
·
Papiledema
2.
Gejala terlokalisasi ( spesifik
sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
· Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang
kejang yang terletak pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
· Tumor lobus oksipital ;
hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah lapang
pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
· Tumor serebelum ;
pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
· Tumor lobus frontal ;
gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan tingkah laku, disintegrasi
perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri
· Tumor sudut
serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),
kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi
motorik.
· Tumor intrakranial bisa
menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan gangguan gaya
berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
4. PATOFISIOLOGI
Kerusakan (atau mutasi) genetik mungkin didapat dari akibat pengaruh
lingkungan seperti trauma, zat kimia, radiasi atau virus, atau diwariskan dalam
sel germinativum. Hipotesis genetik pada kanker mengisyaratkan bahwa massa
tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami
kerusakan genetik (yaitu umor bersifat monoklonal).
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan
neurologik tersebut mengakibatkan peningkatan TIK. Ruang intrakranial adalah
suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang
tidak dapat ditekan: otak (1400 gr), cairan serebrospinal (kira-kira 75 ml),
dan darah (kira-kira 75 ml). Timbulnya massa yang baru di dalam
kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan isi intrakranial normal akan
menggeser sebagai konsekuensi dari space
occupying lesion (SOL). Peningkatan volume
salah satu di antara ketiganya mengakibatkan desakan pada ruangan yang
ditempati oleh unsu lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan
tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga
kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati
suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal
sebesar 50 – 200 mm H2O atau 4 – 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah
suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang
tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75
ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan
desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan
intrakranial (Price, 2005).
Ada mekanisme kompensasi yang
bekerja bila satu dari tiga elemen intrakranial membesar melampaui proporsi
normal. Proses ini sangat penting untuk mempertahankan tekanan intrakranial
yang juga berarti mepertahankan intergritas otak. Perubahan kompensatoris
meliputi pengalihan cairan serebrospinal ke rongga spinal, peningkatan aliran
vena dari otak, dan sedikit tekanan pada jaringan otak
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
a. Bertambahnya massa dalam tengkorak
b. Terbentuknya edema sekitar tumor
c. Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif bila menghadapi tekanan TIK yang
serius dan berlangsung lama. Edema otak barangkali merupakan sebab yang lazim
dari peningkatan TIK.
Pada keadaan fisiologis normal
volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial
berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas
40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab peningkatan
intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma
intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
secara mendadak sehingga mencapai tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat.
Tingginya tekanan intrakranial pasca pecah aneurisma sering kali diikuti dengan
meningkatnya kadar laktat cairan
serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya
suatu iskhemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan menyebabkan
pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).
Gambar 2.4 Skema Proses Desak Ruang
Yang menimbulkan Kompresi Pada
Jaringan Otak dan Pergeseran
Struktur Tengah.
(Satyanegara,
2010)
Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur.
Setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk
mencapai maksimum. Peningkatan TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O)
mengurangi aliran darah ke otak secara bermakna. Iskemia yang timbul
menimbulkan rangsangan pada pusat vasomotor dan tekanan darah sistemik menjadi
meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi
jantung meningkatkan bradikardia dan napas menjadi lambat. Mekanisme kompensasi
ini , dikenal sebagai Reflek Cushing, membantu mempertahankan aliran darah
otak. (Akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan
mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekanan intrakranial).
Tekanan darah sistemik akan meningkat sebanding dengan peningkatan TIK,
walaupun akhirnya dicapai suatu titik di mana tekanan intrakranial melebihi
tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. Pada
umumnya kejadian ini didahului oleh penurunan yang cepat dari tekanan darah
arteria.
1. KLASIFIKASI
Tumor-tumor otak dapat dikalsifikasikan ke dalam beberapa kelompok besar:
a. Tumor yang muncul dari pembungkus otak, seperti meningioma.
Meningioma merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesotel, serta sel-sel
jaringan peyambung arakhnoid dan duramater yang paling penting. Sebagian tumor
adalah jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan yang berdekatan
namun menekan struktur yang berada di bawahnya.
Lokasinya sering di sebelah kanan atau kiri sutura sagital, di krista
sfenoidea, di sekitar sela tursika dan di daerah nervus olfaktorius. Meningioma
juga dijumpai dalam kanal vertebra. Meningioma yang jinak menyebabkan takanan
terhadap jaringan di sekitarnya. Yang ganas
menyabuk jaringan tulang maupun jaringan otak yang dinamakan meningiosarkoma.
Ada jenis lain meningioma yang ganas lokal dan hanya tumbuh menyembuk ke dalam
tulang, jenis ini dinamakan meningioma infiltrans. Tumor ini dapat menembus
tulang tengkorak dan terdapat di dalam otot-otot di bawah kulit kepala. Gambaran histologis meningioma ialah sel-sel yang intinya bundar-bundar
kecil yang tersusun dalam lingkaran-lingkaran. Bagian pusar lingkaran atau pusaran
ini dapat mengapus hingga membentuk psamona. Tumor ini dapat mengandung banyak
pembuluh darah.
Oleh karena pertumbuhan tumor yang lambat, gejala-gejala mungkin tidak
diperhatikan dan diagnosis sama sekali salah. Gejala-gejala antara lain
epilepsi idiopatik, hemiparesis, dan afasia. Akan tetapi meningioma yang tumbuh
pada regio intrakranial tertentu akan menunjukkan manifestasi yang lebih
spesifik:
1) Lekuk
olfaktorius: anosmia unilateral kemudian bilateral, edema papil, disfungsi
lobus frontalis.
2) Regio
parasagital: paraparesis spastik yang menyerupai lesi medula spinalis.
3) Sinus
kavernosus: oftalmoplegia unilateral (palsi nervus III, IV, dan VI) dan
gangguan sensorik trigeminus (regio oftalmika dan kadang maksilaris).
4) Nervus optikus:
beberapa meningioma pada os sfenoid dapat menekan nervus optikus dan menyebabkan gangguan penglihatan unilateral dan atrofi optik. Ekspansi tumor lebih lanjut menyebabkan edema papil kontralateral (sindrom
Foster-kennedy).
5) Kadang-kadang
meningioma tidak membentuk massa tetapi dapat menyebar dalam lapisan tipis di
atas permukaan dura (meningioma en plague)
b. Tumor yang
berkembang di dalam atau di atas saraf kranial, yaitu neuromaakustik.
Tumor ini berasal dari sel-sel sarung schwann yang melingkupi saraf
perifer. Di dalam rongga tengkorak tumor ini biasanya tumbuh pada nervus VIII
dari sudut yang dibentuk olah medula oblongata, pons, dan serebelum. Karena itu
tumor ini memberikan gejala yang disebut sindrom anngiilus medulo pentoserebelum.
Neurinoma ialah tumor spinal yang paling sering dijumpai di dalam kanal
vertebra. Tumor yang ganas disebut neurinosa poma. Sel-sel ini berbentuk
lonjong-lonjong bila terpotong memanjang dan tersusun dalam aliran-aliran.
Tidak jarang nukleus sel-sel ini tersusun seperti pagar yang disebut formasi
palisade.
Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan araksia ipsilateral akibat
kompresi batang otak, serebelum, dan palsi nervus kranialis bagian bawah
(bulbar). Akhirnya terjadi gambaran peningkatan tekanan intrakranial, terutama
jika terjadi hidrosefalus akibat obstruksi pada tingkat ventrikel ke empat.
Tumor lain yang dapat mengenai sudut serebelopontin termassuk meningioma dan
metastasis.
c. Tumor yang
berasal dari dalam jaringan otak, seperti pada jenis glioma.
Glioma bertanggung jawab atas sekitar 40-50% tumor intrakranial. Glioma
diklasifikasikan atas dasar asal embriologis. Pada orang dewasa, sel neuroglia
susunan saraf pusat berfungsi untuk perbaikan, penyokong, dan pelindung sel-sel
saraf yang lunak. Glioma terdiri atas jaringan penyambung dan sel-sel penyokong
yaitu neuroglia yang mempunyai kemampuan untuk terus membelah selam hidup.
Sel-sel glia berkumpul membentuk parut sikatriks padat dibagian otak, tempat
neuron menghilang oleh karena cedera/penyakit. (price dan Wilson, 1995).
Terdapat 3 jenis sel glia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara
embriologis berasal dari lapisan mesodermal oleh karena itu pada umumnya tidak
diklasifikasikan sebagai sel glia sejati. Mikroglia masuk ke dalam susunan
saraf melalui sistem pembuluh darah dan berfungsi sebagai fagosit, membersihkan
debris, serta melawan infeksi. Oligodendroglia dan astrosit merupakan neuroglia
sejati seperti neuron dan berasal dari lapisan embrional ekstrodermal.
Oligodendroglia berperan dalam pembentuk mielin. Fungsi astrosit masih dalam
penyelidikan. Bukti-bukti memperlihatkan bahwa sel-sel ini mungkin berperan
dalam menghantarkan impuls dan transmisi sinapsis dari neuron dan bertindak
sebagai saluran penghubung antara pembuluh darah dan neuron.
1) Astrositoma
Astrositoma ialah tumbuh ganda yang berasal dari astrosit. Neoplasma ini
lebih sering dijumpai pada usia dewasa muda dan dapat tumbuh di semua bagian
otak. Secara anatomi patologis ada 4 derajat keganasan : astrositoma derajat 1
terdiri atas sel-sel yang menyerupai astrosit normal. Astrositoma derajat 2
sel-sel lebih padat, besarnya tidak sama, pembuluh-pembuluh darah mulai
berproliferase.
Astrositoma derajat 3 tampak tanda-tanda keganasan yang jelas yaitu pleiositosis,
mitosis yang sering kali tidak normal, terdapat sel-sel raksasa, proliferase
pembuluh darah disertai perdarahan-perdarahan.Astrositoma derajat 4 tanda-tanda
keganasan lebih hebat lagi. Astrositoma derajat 3 dan 4 juga disebut
glioblastoma multiforme. Astrositoma baik jinak maupun ganas tidak menunjukkan
batas yang jelas dengan jaringan yang sehat. Hal ini menimbulkan kesukaran bagi
dokter yang mengoperasi untuk menentukan sampai berapa banyak jaringan yang
harus diangkat. Neoplasma ini juga dijumpai di dalam medula spinalis tetapi
lebih jarang. Klien sering tidak datang berobat walaupun tumor sudah berjalan
bertahun-tahun sampai timbul gejala, misalnya serangan epilepsi atau nyeri
kepala.
2) Oligodendroglioma
Oligodendroglioma mirip dengan astrositoma namun terdiri atas sel-sel
oligodendroglioma. Tumor relatif avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi.
3) Ependimoma
Tumor ganas yang berasal di bagian dalam dinding ventrikel. Pasa anak-anak
tempat yang palling sering adalah ventrikel keempat. Tumor ini menyerang
jaringan sekitarnya dan menyumbat ventrikel. Kematian biasanya terjadi dalam 3
tahun / kurang.
d. Adenome
Hipofisis
Tumor ini sering dijumpai dalam klinik. Asal tumor ini ialah sel-sel
kelenjar hipofisis, karena pertumbuhan tumor ini kiasma optik yang terletal di
atasnya akan tertekan dengan akibat timbulnya gangguan dalam lapang pandang.
Karena hipofisis belahan depan ialah kelenjar endokrin, pada adenoma hipofisis
akan timbul gejala-gejala endokrin yang sifatnya ditentukan oleh jenis tumor.
Ada 3 jenis adenoma hipofisis, yaitu adenoma eosinofil, adenoma basofil,
adenoma kromofob.
Adenoma eosinofil pada anak-anak akan mengakibatkan pertumbuhan raksasa.
Jadi lebih besar dan lebih tinggi daripada orang biasa. Pada orang dewasa akan
timbuk keadaan yang dinamakan akromegali yaitu pembesaran tangan, kaki,
jari-jari, mandibula, kulit, dan lidah menebal.
Pada adenoma basofil, bila timbul pada anak-anak akan terjadi distrofi
adiposogenital yaitu penimbunan lemak di daerah muka, leher, bahu, abdomen,
disertai hiportrofi genital eksterna. Mungkin dijumpai hipertensi dan
osteoporosis.
Pada adenoma kromofob, berat badan bertambah, libido berkurang. Bila fungsi
seluruh kelenjar menjadi berkurang akan timbul keadaan hipopitultarismus atau
sindroma sbeehan yakni kakeksia nervosa, disebut juga penyakit simmonds.
e. Aneurisma, Hematoma, malformasi pembuluh darah
Pada aneurisma terjadi pelebaran setempat pada arteri hingga terbentuk
tumor. Sebelum aneurisma pecah, gejala-gejalanya menyerupai tumor sebebri.
Hematoma intraserebi dapat pula memberikan gejala-gejala seperti tumor. Begitu pula malformasi pembuluh darah.
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·
CT Scan : Memberi
informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler.
·
MRI : Membantu dalam
mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah hiposisis,
dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
·
Biopsi stereotaktik :
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan
seta informasi prognosi.
·
Angiografi : Memberi
gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
·
Elektroensefalografi
(EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal
3. PENATALAKSANAAN MEDIS
·
Pembedahan
Tumor jinak
seringkali dapat ditangani dengan eksisi komplit dan pembedahan merupakan
tindakan yang berpotentif kuratif. Untuk tumor primer
maligna atau tumor sekunder, biasanya sulit ditemukan.Pembedahan tumor primer
seringkali diindikasikan untuk mencapai diagnosis histologis dan jika mungkin,
untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa tumor. Pemeriksaan histologis
dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah lesi merupakan suatu glioma dan
bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma, atau bahkan kondisi nonneoplasia,
misalnya abses.
Pemeriksaan ini juga memungkinkan
dilakukannya penentuan tingkat derajat diferensiasi tumor yang berhubungan
dengan prognosis. Jadi, pasien glioma derajat 1-2
memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi, median angka harapan
hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling buruk (derajat 4) adalah 9 bulan.
Kadang-kadang
pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan kecurigaan glioma
derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak tepat dilakukan
pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas, walaupun beberapa
metastasis soliter dapat ditangani dengan reaksi.
·
Radioterapi
Glioma dapat diterapi dengan raditerapi yang diarahkan pada tumor,
sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga
digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis
·
Pendekatan
stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang
mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi
pencitraan multipel (Sinar X, CT-Scan) yang lengkap digunakan untuk menentukan
lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau radiasi dapat dilepaskan
dengan pendekatan stereotaktik. Radioisotop dapat juga ditempatkan langsung ke
dalam tumor (brankhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di
sekitarnya.
Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai dalam, untuk
tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan
sendiri. Lokasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan stereotaktik
dan melalui laporan pengujian dan posisi pasien yang tepat. Dosis yang sangat
tinggi, radiasi akan dilepaskan pada luas bagian yang kecil. Keuntungan metoda
ini adalah tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya adalah waktu yang
lambat diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan.
·
Transplantasi Sumsum Tulang
Analog Intravena
Digunakan pada
beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi, karena
keadaan ini penting sekali untuk ”menolong” pasien terhadap adanya keracunan
pada sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi atau radiasi. Sumsum tulang pasien diaspirasi edikit, biasanya dilakukan pada kepala
iliaka dan disimpan. Pasien yang menerima dosis kemoterapi dan terapi radiasi
yang banyak, akan menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan (malignan). Sumsum
kemudian diinfus kembali setelah pengobatan lengkap.
·
Terapi
Medikamentosa
1)
Antikonvulsan
untuk epilepsi
2)
Kortikosteroid
(dekamentosa) untuk peningkatan teknan intrakranial. Steroid juga dapat
memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema otak.
3)
Kemoterapi
adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat sitostatika (suatu
zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker) untuk mengurangi,
menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes
(pasien). Kemoterapi dapat dipakai sebagai pengobatan tunggal untuk kanker atau
bersama-sama dengan radiasi dan pembedahan.
4. KOMPLIKASI
·
Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan
fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia
( kehilangan keseimbangan ) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan
kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan
ristagmus ( gerakan mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan
gerakan horizontal
·
Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan
fungsi otak mengalami gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir,
memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi
dan memerhatikan juga akan menurun.
·
Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan
gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya
akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan
system lain dalam tubuh.
·
Disfungsi seksual
a)
Pada wanita mempunyai kelenjar
hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan
menimbulkan amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu )
b)
Pada pria dengan prolaktinoma
dapat muncul dengan impoteni dan hipogonadisme.
Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada
hubungan dan perubahan tingkat kepuasan
A.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Data Umum
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran.
c. Riwayat Kesehatan
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Sakit kepala hebat pada saat bangun pagi atau pada saat istirahat disertai
mual muntah, kesadaran menurun,otot terasa melemah atau kaku.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
melitus.
2. Pengkajian
a. Pengkajian Fisik
1)
Keadaan umum
·
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
·
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
·
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2)
Pemeriksaan integumen
·
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien dengan
SOL harus bed rest 2-3 minggu
·
Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
·
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
3)
Pemeriksaan kepala dan leher
·
Kepala: bentuk normocephalik
·
Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
·
Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
4)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
5)
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
6)
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7)
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8)
Pemeriksaan neurologi:Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
9)
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
10)
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
11)
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
b. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan Penanganan
Kesehatan
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor
kulit jelek, membran mukosa kering
3. Pola Eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah
berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter
5. Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
6. Pola Kognitif dan Persepsi
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori
dan proses berpikir.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
8. Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
9. Pola Reproduksi Seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
10. Pola Koping dan Toleransi Stres
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
c. Pemeriksaan Fisik
Neurologis
Tingkat Kesadaran dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan
kuantitatif
a. Kualitatif
1) Komposmentis (kesadaran yang normal)
2) Somnolen: keadaan mengantuk.
Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.Biasa disebut
juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri
3) Sopor (stupor): kantuk yang dalam.
Masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya segera menurun kembali.Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat
gerakan spontan.Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan
sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak motorik
untuk menangkis rangsang nyeri masih baik
4) Koma ringan
Tidak ada respon terhadap rangsang verbal.Reflek kornea,
pupil masih baik.Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak
terorganisasi. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan
5) Koma dalam atau komplit
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
b. Kuantitatif (Skala Koma Glasgow)
1) Membuka Mata
-
Spontan 4
-
Dengan perintah/ di goyang 3
-
Dengan rangsang nyeri 2
-
Tidak ada reaksi 1
2) Respon verbal (bicara)
-
Baik, tidak ada disorientasi
5
-
Bingung/ ragu (bisa membentuk kalimat tapi kacau) 4
-
Bisa membentuk kata tapi tidak sesuai 3
-
Bisa bicara tapi tidak berarti 2
-
Tidak ada respon 1
3) Respon Motorik
-
Menuruti perintah 6
-
Dapat melokalisir adanya rangsangan nyeri 5
-
Reaksi menghindar 4
-
Tidak tau dimana rangsangan 3
-
Reaksi abnormal 2
-
Reaksi 1
c. Kekuatan Otot
(0)
Paralisis total atau tidak ditemukan adanya
kontraksi pada otot
(1)
Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa
perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat
menggerakkan sendi.
(2)
Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.
(3)
Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan
oleh pemeriksa.
(4)
Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai
dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan
(5)
Kekuatan otot normal
d. Rangsangan Meningeal
-
Kaku kuduk
Untuk memeriksa
kaku kuduk dapat dilakukan sbb:
Tangan pemeriksa
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan.Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan
dagu tidak dapat mencapai dada.Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
-
Kernig
sign
Pada pemeriksaan
ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul
sampai membuat sudut 90°.Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka
dikatakan Kernig sign positif.
-
Brudzinski I
(Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring
dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan
didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan
fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
-
Brudzinski II
(Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring
terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian
tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul
ini menandakan test ini postif.
-
Lasegue sign
Untuk
pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan
(fleksi) persendian panggulnya.Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi (lurus).Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan.Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum
mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif.Namun pada pasien yang sudah
lanjut usianya diambil patokan 60°.
e. Pemeriksaan
Refleks
2. Refleks
Fisiologis
-
Reflek Tendon Patella
Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur,
rilekskan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada
dan pukul tendon patella.
-
Reflek bisep
Fleksikan lengan pasien pada bagian
siku smpai 450 dengan posisi tangan pronasi, letakkan ibu jari
pemeriksa pada dasar tendon bisep dan jari-jari lain di atas tendon bisep dan
pukul ibu jari dengan reflek hammer
- Reflek trisep
- Pegang lengan bawah penderita
yang disemifleksikan , kemudian ketuklah
tendon insersio m.triceps pada atas olecranon atau topang lengan yang berada
dalam keadaan abduksi dengan lengan
bawah yang tergantung bebas kemudian lakukan ketukan. Respon : terjadi gerakan
ekstensi elbow.
3. Reflek patologis
-
Babynski Test
Tes ini dilakukan dengan menggoreskan ujung palu reflex pada
telapak kaki pasien mulai dari tumit menuju ke atas bagian lateral telapak
kaki setelah sampai di kelingking
goresan dibelokkan ke medial dan
berakhir dipangkal jempol kaki. Tanda positif responnya berupa dorso fleksi ibu
jari kaki disertai pemekaran atau abduksi jari-jari lain. Tanda ini spesifik
untuk cedera traktus piramidalis atau upper motor neuron lesi. Tanda ini tidak
bias ditimbulkan pada orang sehat kecuali pada bayi yang berusia di bawah satu
tahun. Tanda ini merupakan reflex patologis.
-
Oppenheim Test
Tanda atau reflex patologis ini dapat dibangkitkan dengan
mengurut tulang tibia dari atas ke bawah menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk. Tanda ini positif responnya sama
babinski tes yang mengindikasikan upper motor neuron lesi.
-
Chaddock Test
Memberikan rangsangan dengan jalan menggores pada bagian lateral malleolus
lateralis.
-
Gordon Test
Cara : memencet atau mencubit otot betis.
-
Refleks Schaefer
Cara: memencet/mencubit tendon achilles.
Semua
pemeriksaan Reflex patologis diatas memiliki respon yang sama dengan Babynski
ketika ada kelainan pada upper motor neuron.
e. Pemeriksaan Saraf Kranial
1. Nervus I (olfaktorius) penciuman
Anjurkan pasien mengidentifikasi berbagai macam jenis
bau-bauan dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah
2. Nervus II (Opticus)penglihatan
Meminta pasien untuk membaca bahan bacaan dan mengenali
benda-benda sekitar, jelas atau tidak.
3. Nervus III (Okumularis) kontriksi
dan dilatasi pupil
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan
cahaya dan akomodasinya
4. Nervus IV (Trokhlear) gerakan mata
ke atas dan ke bawah
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat ke atas dan ke bawah
5. Nervus V (Trigeminal) sensori kulit
wajah, penggerak otot rahang
Sentuh ringan kornea dengan usapan kapan untuk menguji
refleks kornea/reflek negatif (diam)/ positif (ada gerakan)
Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah,
kaji nyeri menyilang pada wajah
6. Nervus VI (Abdusen) gerakan bola
mata mnyamping
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kiri kanan
7. Nervus VII (Facial)ekspresi wajah
dan pengecapan
Minta pasien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan
pipi, menaikkan dan menurunkan alis mata.
8. Nervus VIII (Auditorius) pendengaran
Kaji pasien terhadap kata-kata yang dibicarakan, suruh
pasien mengulangi kata atau kalimat
9. Nervus IX (Glasofaringeal)
pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah
Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin pada bagian
pangkal lidah. Gunakan penekan lidah untuk menimbulkan reflek gag.
10. Nervus X (Vagus) sensasi faring,
gerakan pita suara
Suruh pasien mengucapkan “ah” kaji gerakan palatum dan
faringeal. Periksa kerasnya suara pasien
11. Nervus XI (Asesorius) gerakan kepala
dan bahu
Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala ke
arah yang ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang
ringan
12. Nervus XII (Hipoglasus) posisi lidah
Minta pasien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan
menggerakan ke berbagai sisi
B.
Asuhan Keperawatan
NO
|
Diagnosa (Nanda)
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Gangguan
perfusi jaringan serebral.
Definisi:
Ketidakefektifan aliran darah pada otak
|
a.
Status Neurologi
-
Fungsi saraf normal
-
Kontrol pusat motorik
-
Fungsi saraf otonom
-
Komunikasi
-
Ukuran pupil normal
-
Rangsangan pupil normal
-
Gerakan pupil normal
-
Pola nafas normal
-
TTV normal
-
Pola tidur normal
b.
Perfusi Jaringan Serebral
-
TIK normal
-
Tidak ada sakit kepala
-
Tidak ada gerakan yang tidak disadari
|
a.
Peningkatan Perfusi Otak
-
Mengatur dan mengontrol dampak tekanan osmotik dan corticosteroid
-
Memberikan obat anti koagulan
-
Mengontrol dampak anti koagula
-
Mengontrol status saraf
-
Mengontrol status respirasi
-
Mengontrol tanda-tanda cairan yang berlebihan
-
Mengontrol nilai labor untuk mengganti oksigen/keseimbangan asam
basa dengan tepat
-
Mengatur posisi leher/kepala dengan meninggikan kepala 15-30 0
-
Mengatur intake dan output cairan
b.
Posisi: Saraf
-
Menempatkan posisi yang terapeutik
-
Menyediakan tempat tidur yang nyaman
-
Mengontrol integritas kulit
-
Mengatur posisi kepala 15-30 0
c.
Memantau Neurologik
-
Monitor tingkat kesadaran
-
Monitor tingkat orientasi
-
Monitor GCS
-
Monitor respon verbal
-
Monitor respon babinski
|
2.
|
Nyeri b.d proses penyakit
|
a.
Tingkat
kenyamanan
-
Nyeri
berkurang
-
Kecemasan
berkurang
-
Stres
berkurang
-
Ketakutan
berkurang
b.
Kontrol
nyeri
-
Menggunakan
analgesik
-
Memantau
gejala nyeri dari waktu ke waktu
-
Menjelaskan
faktor – faktor penyebab nyeri
-
Mengunakan
langkah-langkah pencegahan
-
Menggunakan
bantuan non analgesik seperti yang di rekomendasikan
-
Melaporkan
perubahan dalam perubahan gejala nyeri
|
a.
Manajemen
nyeri
-
Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
-
Observasi
reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
-
Kaji
kebiasaan yang mempengaruhi respion nyeri
-
Pilih
dan lakukan penanganan nyeri
-
Ajarkan
pasien untuk memonitor nyeri
-
Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
-
Monitor
penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
-
Tanyakan
pada pasien apa saja hal yang memberatkan rasanya nyeri
-
Tanyakan
pada pasien teknik apa saja yang dapat mngurangi rasa nyeri yang di rasakan.
-
Ajarkan
pasien teknik relaksasi.
b.
pemberian
analgesic
-
Tentukan
lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
-
Periksa
order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic
-
Cek
riwayat alergi obat
-
Tentukan
jenis analgesik yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID)
berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
-
Monitor
TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama atau
jika ada catatan luar biasa.
-
Cek
pemberian analgesik selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeri
tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
-
kaji
pengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai analgesic, terutama sekali
opioids(karena resiko kecanduan tinggi)
-
Dokumentasikan
respon pasien tentang analgesik, catat efek yang merugikan
|
3.
|
Gangguan
mobilitas fisik
Defenisi
: keadaan ketika seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerak fisik, tetapi bukan immobile.
|
a.
Pergerakan sendi aktif
-
Rahang bergerak
-
Leher bergerak
-
Jari bergerak
-
Ibu jari bergerak
-
Pergelangan bergerak
-
Siku bergerak
-
Bahu bergerak
-
Dll
Keseimbangan penampilan
-
Posisi tubuh
-
Perpindahan otot
-
Perpindahan sendi
-
Perpindahan penampilan
-
Ambulansi : berjalan
-
Ambulansi dengan kursi roda
|
a.
Peningkatan perfusi otak
Aktifitas :
-
Konsultasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik
dan perawatan rentang parameter
-
Pemeliharaan parameter hemodinamik dan perawatan/tekanan perfusi
otak atau vasoconstriktive
-
Mengatur vasoactive obat sebagai kebutuhan untuk memelihara
parameter hemodinamik
-
Mengontrol peningkatan volume intravascular jika dipelukan (mis.
Koloid, produksi darah dan crystalloid)
-
Mengatur peningkatan volume dan pemeliharaan parameter
hemodinamik
|
4.
|
Hambatan komunikasi verbal.
Defenisi : Penurunan, keterlambatan, ata ketidakmampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan suatu sistem lambang
|
a.
Kemampuan komunikasi
- menjawab
pertanyaan yang diajukan perawat
- dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui
gambar
- dapat mengekspresikan perasaannya secara
verbal maupun nonverbal
- Penggunaan
bahasa lisa dan tulisan
|
1.
Peningkatan komunikasi
- Libatkan
keluargauntuk membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien
- Dengarkan
setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
- Gunakan
kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien
- Dorong
klien untuk mengulang kata-kata
- Berikan
arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
- Programkan
speech-language teraphy
|
DAFTAR
PUSTAKA
1. Brenda
G. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3. Jakarta
: EGC.
2. Batticaca,
Fransisca.2008. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC
4.
Butt,
Ejaz. 2005. Intracranial Space Occupying Lesions
A Morphological Analyis: http://www.thebiomedicapk.com/articles/31.pdf
|
No comments:
Post a Comment